Bakal Calon Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudisthira menyatakan Pemerintahan Kota (Pemkot) Cimahi pernah memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun, akibat masalah pengelolaan yang tidak baik, hingga akhirnya BUMD tersebut tidak lagi aktif.
Melihat persoalan tersebut, Adhitia berencana membangun Kota Cimahi yang sehat tanpa bergantung kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Adhit, tata kelola BUMD yang tidak baik yang akhirnya menimbulkan ekses yang tidak pernah selesai hingga saat ini.
"Jadi mimpi saya adalah membesarkan Cimahi yang kecil dan penuh dengan persoalan tapi mari bersama-sama membangun Kota Cimahi tanpa bergantung pada APBD," ucap Adhit saat dihubungi, Minggu (14/7).
Rencana membangun Kota Cimahi, dia memaparkan, dirinya punya misi membagi tiga wilayah potensial ekonomi Kota Cimahi sesuai dengan kecamatannya, Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah, dan Cimahi Selatan.
"Di utara bisa dikembangkan potensi wisata yang masih ada sawah di sana, tengah itu ada kaitan dengan wisata militer sebagai di dunia ini ada assosiasi pelaku wisata militer dan tapi di Indonesia ini belum bisa terdefinisikan yang merepresentasikan Sabang sampai Merauke, kemudian dari sisi teknologi yang mana Baros sejak Tahun 2010 digagas sebagai pusat IT terbukti banyak warganya yang telah melenggang secara nasional bahkan internasional dalam pembuatan animasi-animasi," ujarnya.
"Paling penting meng-scale up. Setiap saya blusukan ke gang sempit aja ada pelaku UMKM seperti tukang seblak, tukang lotek, dan lain-lain tapi belum terkoordinir dan terinisiasi oleh Pemkot bagaimana meng-scale up sehingga keunggulan dan modal segitu-gitu aja," singgungnya.
Berkaitan permasalahan pendidikan, dia menyebutkan, Indeks Pendidikan sudah mencapai 7,45, itu sudah cukup baik tapi kekurangannya adalah pemerataan sekolahnya.
"Di Leuwigajah masih kurang SD, SMP, SMA/SMK. Kalau di Melong masih kurang SD sehingga tantangannya dari sisi sarana-prasarana pendidikan yang perlu digenjot lagi agar Pemkot bisa menambah sekolah atau ruang kelas yang disesuaikan perwilayah agar tidak bertentangan dengan kebijakan zonasi," tegasnya.
"Termasuk masalah beasiswa padahal banyak sekali lembaga atau institusi pendidikan bahkan non pendidikan yang bisa diajak kerjasama," imbuhnya.
Adhit menyoroti, permasalahan kesehatan yang menjadi bentuk keprihatinannya yakni, layanan terpadu dan kesejahteraan tenaga kesehatan (nakes).
"Contoh RSUD Cibabat sebagai penghasil PAD terbesar di Cimahi tapi banyak tarah hidup kesejahteraan para makanya yang tidak sesuai padahal regulasi sudah memberi keleluasaan untuk rumah sakit yang dengan status Badan Layaanann Umum (BLU)," katanya.
Masalah kesehatan, ditegaskan Adhit, menjadi salah satu masalah krusial pasalnya, seperti di kawasan Cigugur Tengah, kalau ada yang meninggal dunia keranda tidak bisa masuk termasuk kalau ada yang sakit di anfal akan kesulitan.
"Sistem pelayanan terpadu yang mudah diakses itu adalah layanan ke gawat daruratan sebab kalau nunggu dari rumah sakit, maka tidak menutup kemungkinan akan cepat meninggal dunia," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved