Keputusan Airlangga Hartarto mundur sebagai ketua umum diyakini bukan karena adanya gesekan di internal Partai Golkar. Sebab dalam beberapa kasus terakhir, Airlangga justru mampu mempertahankan soliditas di antara elite-elite partai beringin.
“Airlangga pernah menunjukkan sikap tegas ketika ada benih gejolak, misalnya saat wacana "kudeta" yang berhembus mengaitkan nama Luhut dan Bahlil, Airlangga berhasil melawan. Airlangga juga mampu melakukan konsolidasi dengan Bamsoet (Bambang Soesatyo) saat perebutan kepemimpinan Golkar,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, Senin (12/8).
Sebaliknya, Dedi berpandangan, Airlangga mundur karena adanya tekanan dari luar Golkar yang berkaitan dengan Pilkada. Sehingga, Airlangga memilih mundur untuk kepentingan soliditas Golkar agar tidak dipecah belah pihak luar.
“Ini mungkin saja, utamanya momentum Pilkada di mana Golkar terkesan sulit bergerak, di Banten ia ditekan koalisi Gerindra hingga terancam gagal usung kadernya karena kehabisan mitra koalisi, di Jakarta juga cukup dramatis bagaimana ia sudah menentukan pilihan tetapi digagalkan, di Jawa Barat,” lanjutnya.
Lebih lajut Dedi menduga ada pihak-pihak yang ingin agar Golkar bisa dikendalikan karena menganggap Airlangga sebagai ketua umum tidak bisa mengakomodasi kepentingan pihak tersebut.
“Secara umum bisa saja justru langkah ini untuk selamatkan Golkar dalam selenggarakan Pilkada, upaya agar Golkar tetap bisa usung kader-kadernya,” tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved