SAYA sengaja menggunakan diksi "akhirnya" sebagai awal judul, bukannya "alhamdulillah" atau malahan "innalillahi" agar tidak seperti (sok) mau berkesan "agamis", namun salah kaprah. Sebagaimana yang dilakukan Menkominfo Budi Arie Setiadi saat raker dengan Komisi I DPR tentang pembobolan PDNs (Pusat Data Nasional sementara) pada Kamis (27/6) yang sempat dikoreksi oleh Anggota DPR Sukamta (Fraksi PKS), sungguh "terwelu" alias terlalu memalukan.
Namun kali ini memang bisa dibenarkan kalau digunakan diksi "alhamdulillah", karena kita harus tetap bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, meski prestasi atlet-atlet badminton di Olimpiade Paris 2024 kali ini di bawah target yang sudah dicanangkan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI).
Raihan 1 perunggu yang didapat Gregoria Mariska Tunjung menjadi satu-satunya medali dari cabor yang biasanya menjadi tradisi emas Indonesia di ajang olahraga bergengsi dunia empat tahunan tersebut.
Meski dari cabor lain, misalnya panjat tebing dan angkat besi, kita masih memiliki asa untuk mendapatkan medali dan mempertahankan tradisi emas itu.
Secara total, dalam 11 Olimpiade yang diikuti hingga kini, Indonesia sudah berhasil meraih 8 emas, 14 perak, dan 16 perunggu dari berbagai cabor dan nomor berbeda, termasuk yang baru saja didapat Gregoria.
Sementara pesta olahraga Olimpiade ini sendiri sebenarnya ada semenjak 1896 dan keikutsertaan Indonesia sudah dimulai pada 1952 di Olimpiade Helsinki Finlandia yang saat itu mengikutsertakan 3 atletnya: Maram Sudarmodjo (lompat tinggi), Habib Suharko (renang), dan Thio Ging Hwie (angkat berat).
Sementara debut pasangan emas pada 1992 saat itu, Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti, juga dibarengi oleh ganda putra Eddy Hartono/Rudi dan tunggal putra Ardy B Wiranata yang masing-masing memperoleh 1 perak dan 1 perunggu.
Setelah itu memang tradisi emas terus ditorehkan oleh atlet-atlet badminton lainnya. Seperti ganda putra Ricky/Rexy di Amerika Serikat 1996, ganda putra Toni/Chandra di Sidney 2000, tunggal putra Taufik Hidayat di Athena 2004, ganda putra Hendra/Kido di Beijing 2008, ganda campuran Owi/Butet di Brasil 2016, dan ganda putri Polii/Apriani di Tokyo 2020.
Memang Indonesia sempat nihil medali emas ketika Olimpiade London 2012. Namun untungnya 12 tahun lalu masih ada cabor lain yang memperoleh medali.
Bahkan jauh sebelumnya, di Olimpiade Seoul 1988, 3 Srikandi Indonesia (Nurfitriana, Kusumawardhani, dan Lilis) juga sudah memulai prestasi Indonesia dengan menyumbangkan perak.
Sayang sekali pada 2024 ini meski menurunkan 9 pemain di 5 nomor cabor badminton, yaitu Jonathan Christie dan Antony Sinisuka Ginting (tunggal putra), Fajar Alfian/Muh Rian Ardianto (ganda putra), Rinov Rinaldi/Pitha Haningyas (ganda campuran), Apriani Rahayu/Siti Fadila (ganda putri), hanya Gregoria Mariska Tunjung di tunggal putri saja yang bisa melenggang ke babak semifinal dan mendapatkan perunggu.
Dengan menurunnya prestasi cabor badminton di Olimpiade Paris 2024 ini, apa yang seharusnya dilakukan oleh PBSI khususnya dan Kemenpora pada umumnya?
Sebab olahraga yang diperkenalkan sejak 1860 silam oleh Isaac Spratt ini sebenarnya secara de facto sudah menjadi "trade mark" dan kebanggaan Indonesia.
Jangan sampai supremasi Indonesia di cabor ini sirna akibat salah urus, yang mengakibatkan tidak lahirnya lagi atlet-atlet kebanggaan negeri yang (konon) gara-gara ada like and dislike pengurus PBSI dengan klub-klub badminton binaan sponsor yang sebenarnya sudah terbukti melahirkan pemain-pemain legendaris Indonesia.
Kita berharap Munas PBSI pada 12 Agustus 2024 di Surabaya mendatang, bisa memilih ketua PBSI yang benar-benar bisa mengayomi semua. Tidak subjektif dan figur yang sudah "selesai dengan pencitraannya".
Artinya benar-benar mendedikasikan waktu sepenuhnya untuk cabor kebanggaan kita bersama ini.
Jangan sampai malah PBSI digunakan hanya untuk "kendaraan tumpangan" tujuan yang lain, apalagi politik. Kita semua rindu untuk bersorak "Indonesia ... Indonesia ... Indonesia".
Penulis adalah Menteri Pemuda dan Olahraga ke-11 Kabinet Indonesia Bersatu (2013-2014)
© Copyright 2024, All Rights Reserved