Dua dekade telah berlalu, namun wajah Kota Kembang masih diselimuti masalah klasik: kemacetan, banjir, sampah, pengangguran, dan kesenjangan ekonomi. Empat Wali Kota silih berganti, namun solusi tak kunjung terlihat.
Akankah Pilkada 2024 melahirkan pemimpin yang mampu membebaskan Bandung dari belenggu persoalan ini?
Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jawa Barat bersama Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI), dan KADIN Jabar menggelar Serial Diskusi Pilkada 2024 bertajuk "Mencari Pemimpin Pilihan Rakyat". Diskusi perdana ini menghadirkan salah satu bakal calon Wali Kota Bandung, Arfi Rafnialdi dari Partai Golkar.
Ketua JMSI Jabar, Sony Fitrah Perizal, membuka diskusi dengan harapan terlahir pemimpin baru yang cakap menyelesaikan permasalahan kronis Bandung. "Jangan sampai 5 atau 10 tahun ke depan kita masih membahas masalah yang sama," tegasnya.
Menanggapi hal itu, Arfi menyampaikan bahwa seorang Wali Kota harus punya target yang jelas sehingga bisa secara bertahap menyelesaikan masalah kemacetan, banjir, sampah, pengangguran, dan kesenjangan ekonomi
Selain itu, kata Argi, seorang wali kota juga jangan abaikan hal filosofis terkait pengembangan budaya dan peradaban.
"Pengembangan nilai adab dan budaya kerap diabaikan oleh para pemimpin. Padahal saya meyakini, adab itu harus mendahului ilmu. Karena pembangunan mestinya berakar dari budaya dan identitas warganya," kata Arfi yang mendapat surat tugas dari DPP Partai Golkar untuk meraih dukungan sebagai Calon Wali Kota Bandung.
Sementara itu, Ketua INTI Jabar, Leon Hanafi, menekankan bahwa Kota Bandung membutuhkan pemimpin yang punya visi budaya dan ekonomi yang mumpuni. "Kami dari etnis Tionghoa tak mempermasalahkan siapapun yang akan menjadi pemimpin di Kota Bandung, dari partai manapun, dari etnis apapun. Namun, kami hanya ingin hidup tertib, aman, damai, dan mencari nafkah dengan tenang, seraya hidup berdampingan dengan etnis apapun," katanya.
Leon mewanti-wanti agar Wali Kota Bandung mendatang berjiwa patriot yang hanya mengabdikan dirinya bagi nusa bangsa serta tak terkungkung oleh kepentingan para pencari rente.
"Wali Kota Bandung ke depan melayani saja tidak cukup. Bahkan jangan sampai melayani mereka yang parasit hanya meminta-minta bantuan dan proyek. Jangan sampai masyarakat jadi manja. Buatlah agar masyarakat berdaya secara ekonomi, berbudaya, dan beradab," tuturnya.
"Kita harus punya akar budaya yang kuat. Kalau pemimpin itu harus bisa merawat akar keadaban. Kalau peradaban rusak, semua rusak. Jika masyarakat tak beradab, itu tanda pimpinan gagal. Selama ini pemimpin di Kota Bandung tak merawat. Budaya Sunda semakin disingkirkan," tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris PW Muhammadiyah Jawa Barat, Iu Rusliana, menyoroti soal penanganan PKL yang belum optimal di Kota Bandung, sehingga berharap ada Wali Kota yang peduli mengatasi hal ini.
"Para PKL memang sareukseuk, sumber kekumuhan. Tapi mereka adalah manusia-manusia yang harus diberdayakan, diberi ruang untuk mengembangkan usahanya. Jangan sampai mereka hanya dikejar-kejar untuk ditertibkan, tapi urusan perutnya diabaikan," kata dia.
Iu juga berpesan pada Arfi agar menjadi pemimpin yang mau mendengar keluhan masyarakat dan dekat dengan semua kelompok.
© Copyright 2024, All Rights Reserved