Keterbukaan informasi dan masifnya penggunaan media sosial berpotensi dimanfaatkan untuk menyuarakan negative campaign. Baik peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, tim sukses, tim media peserta, hingga masyarakat pendukung, bisa dengan mudah memakai medsos untuk menjatuhkan lawan politik.
Koordinator Divisi (Kordiv) Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Bawaslu Kota Cimahi, Jusapuandy menyampaikan, intensitas penggunaan media sosial menjadi fenomena yang tidak bisa dikesampingkan dalam pelaksanaan Pemilu termasuk di Pilkada Serentak 2024.
"Maka dari itu, media sosial menjadi salah satu yang harus diperhatikan menjelang Pilkada ini karena masuk dalam indikator kerawanan kampanye," ucap Jusa saat dihubungi, Jumat, (9/8).
Berdasarkan pengalaman Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Cimahi 2017 lalu, dia menceritakan, media sosial banyak digunakan untuk negatif campaign dibandingkan black campaign. Sehingga, masalah tersebut harus diantisipasi karena bisa kembali mencuat di Pilwalkot 2024 dan berpotensi memanaskan suhu politik anta peserta pemilu, tim sukses, tim kampanye, maupun tataran pendukung masing-masing calon.
"Karena, seperti diketahui semua, suhu politik Pilwalkot dan tingkat kerawanan di Pilwalkot akan lebih tinggi dibandingkan dengan Pilpres, Pilpres, maupun Pemilihan DPD RI," ujarnya.
Diterangkan Jusa, Pilwalkot menjadi kegiatan yang sifatnya lokal dan secara emosional lebih kental. Sebab, antara calon kandidat dan pemilih bisa saling kenal, dekat, berkerabat, bertetangga, atau satu daerah.
"Pilwalkot ini hajatnya di lokal jadi cukup rawan. Bisa saja di elit adem ayem, tapi di bawahnya (massa pendukung) atau akar rumput terjadi gesekan," bebernya.
Berkenaan sengketa pelanggaran pidana, Bawaslu akan mengacu kepada Peraturan Bawaslu Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Dibeberkan Jusa, bercermin pada Pilkada Kota Cimahi Tahun 2017 lalu, Bawaslu Kota Cimahi pernah menangani perkara dari dua pasangan calon (Paslon) yang dalam kampanyenya menyampaikan ujaran kebencian.
"Itu sempat naik ke penyelidikan namun harus dihentikan karena dari masing-masing pihak mencabut laporannya sehingga keterpenuhan syarat formilnya menjadi tidak terpenuhi. Tapi sebenarnya di Pilkada, Bawaslu tidak mengenal pencabutan laporan, sebab rezimnya Lex Specialis (bersifat khusus)," katanya.
"Jadi bisa dilanjutkan, baik bisa dilaporkan atau ditemukan Bawaslu," tukasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved