Kemarin (27 Desember 2021) dari Bandung, Komite Peduli Indonesia (KPI) mendeklarasikan Rizal Ramli jadi Presiden RI 2024.
(baca:https://politik.rmol.id/read/2021/12/27/516948/inilah-10-alasan-kpi-dukung-rizal-ramli-jadi-presiden-2024 dan https://jakartasatu.com/2021/12/27/di-bandung-komite-peduli-indonesia-%e2%80%8bdeklarasikan-rizal-ramli-untuk-calon-presiden-2024/).
Menilik nama dan domisili mereka, ke-105 intelektual yang hampir semuanya berpendidikan sarjana hingga doktor (yang sebagian darinya berpangkat akademik profesor) ini bisa menggambarkan Indonesia mini lantaran mereka berasal dari beragam suku, agama, dan tempat tinggal. Mereka bukan hanya berasal dari Bandung, tetapi juga dari Banda Aceh, Medan, Palembang, Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Purwakarta, Solo, Ponorogo, Surabaya, dan Makassar.
Dari nama paguyubannya, kaum cerdik pandai ini niscaya orang-orang yang peduli pada karut-marut nusa dan bangsa ini yang timbul dari akal bulus oligarki yang kemaruk, yang menjerat anak bangsanya ke dalam kubangan penderitaan dengan memakai tangan kotor para pejabat yang bersekongkol dengan para buzzeRp dan influenceRp.
Mereka ini tega mengkhianati nusa dan bangsanya demi cuan yang tidak seberapa ketimbang keuntungan yang dikeruk secara membabi buta oleh negeri asing, utamanya negeri aseng. Perihnya, bersamaan dengan itu mereka mewariskan hutang dan kerusakan lingkungan yang harus ditanggung oleh anak cucu bangsa dan generasi penerusnya kini dan di masa mendatang.
Terus terang, Penulis hari ini berdoa mengucap syukur karena Tuhan telah menggerakkan hati 105 orang intelektual ini. Sepertinya mereka sadar bahwa diam itu bukan emas, melainkan perbuatan dosa berat. Mereka ingat dengan kata-kata bijak filsuf dan negarawan kelahiran Irlandia, Edmund Burke, “The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing (kejahatan merajalela bila orang-orang baik tak berbuat apa-apa)”.
Diinspirasi oleh kata-kata Burke di atas, pada 6 Desember 2021 yang lalu Penulis menulis twit agar MUI, NU, Muhammadiyah, KWI, PGI, PHDI, Permabudhi, Matakin, organisasi nonpemerintah, Forum Rektor, BEM, PWI, dan lain-lain peduli pada persoalan yang kini menjerat nusa dan bangsanya dan mau dengan lantang menyuarakan presidential threshold (PT) 0%. Penulis hendak membuka mata kaum cerdik pandai yang berbudi pekerti baik bahwa PT 20% telah membatasi peluang munculnya pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya (negarawan) dengan memaksa rakyat memilih maksimal 4 calon pemimpin yang dikehendaki oleh oligarki.
Satu nama: Rizal Ramli
Bila Sumpah Pemuda II 1928 mengumandangkan “satu nusa, satu bangsa, satu bahasa”, deklarasi KPI membahanakan satu nama (Rizal Ramli) untuk memerdekakan nusa dan bangsa yang satu ini dengan satu bahasa yang sama: rebut kembali “RI Satu”.
Ada 10 alasan atau pertimbangan KPI untuk “menjagokan” hanya satu nama. Pertimbangan atas satu nama ini sebenarnya klop dengan sosok idaman Guruh Soekarnoputra.
Merujuk pada dambaan Guruh mengenai sosok Presiden yang beliau lontarkan sewindu yang silam, Rizal Ramli memang memenuhi segala syarat yang beliau inginkan. Pada 25 Oktober 2013, Guruh menyebut persyaratan menjadi Presiden itu adalah memiliki wawasan yang luas, tidak sebatas di dalam negeri, tetapi internasional. Guruh menambahkan, PDI Perjuangan tidak harus mengusung calon presiden dari keturunan Soekarno.
Seperti diketahui, saat itu sang visioner yang negarawan ini menolak pencalonan Joko Widodo karena menurutnya tidak memenuhi syarat. Seminggu sesudah pemberian mandat Megawati Soekarnoputri kepada Joko Widodo sebagai calon Presiden (21/1/2014), Guruh tetap konsisten pada pendiriannya.
Guruh mengungkapkan, belum saatnya, paling tidak dari progres Joko Widodo. Guruh mengaku belum melihat kiprah Jokowi di bidang politik dan tata negara dan belum tahu persis ideologinya. Ia menegaskan, seorang Presiden harus memiliki jiwa kepemimpinan dan ideologi Pancasila. "Apakah orang dicapreskan paham, belum tentu," imbuhnya ketika itu.
Kembali kepada deklarasi KPI. Penulis percaya, deklarasi KPI yang disuarakan dari Bandung akan menjadi lautan api yang membakar semangat anak bangsa ini untuk merebut kembali kepemimpinan negara ini dari kaki tangan oligarki. Semoga deklarasi ini membesar seperti bola salju karena diamplifikasi oleh Guruh kepada kakak biologis dan ideologisnya dan kepada partainya dan selanjutnya oleh semua orang yang berkehendak baik, termasuk para ketua umum partai, yang tidak mau lagi menjadi corong cukong dengan bertobat dan berbalik menjadi penyalur suara rakyat yang merupakan suara Tuhan. Mari kita berdoa untuk itu.
*Penulis adalah Dosen Universitas Katolik Santo Thomas
© Copyright 2024, All Rights Reserved