Ekonomi Indonesia diklaim tumbuh hingga 5 persen sepanjang 2023. Padahal sepanjang tahun kemarin terjadi kompleksitas lingkungan perekonomian global.
Kesuksesan Indonesia menjaga pertumbuhan ekonomi disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto saat wawancara di Bloomberg TV, Rabu (1/5) kemarin. Wawancara tersebut merupakan agenda terakhir Airlangga dalam rangkaian kunjungan kerja di London.
"Kinerja perekonomian kami mengalami kemajuan dan menunjukan ketahanan. Sepanjang tahun 2023, kami berhasil tumbuh sebesar 5,05%," kata Airlangga dalam program The Pulse di Bloomberg TV.
Pada kesempatan itu pun, Airlangga tak lupa menyampaikan keberhasilan Indonesia melakukan proses transisi pemerintahan yang berkesinambungan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto. Menurutnya, kestabilan politik menjadi modal Indonesia untuk terus melanjutkan transformasi ekonomi.
"Dalam dua tahun terakhir, ketika persiapan dan pelaksanan pemilu, ekonomi Indonesia tetap tumbuh berkualitas, inflasi terjaga, dan nilai tukar rupiah dijaga dengan seimbang,” ujarnya.
Kemudian, Airlangga menjelaskan kebijakan strategis Pemerintah Indonesia seperti hilirisasi komoditas nikel. Kebijakan tersebut bertujuan meningkatkan nilai tambah perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Kebijakan hilirisasi nikel telah memperbaiki posisi neraca perdagangan Indonesia dan transaksi berjalan Indonesia secara signifikan, yang mencatat surplus sejak tahun 2021. Selain itu, kebijakan ini juga memberikan dampak yang sangat positif terhadap penciptaan lapangan kerja.
Menjawab persoalan dan peluang di sektor perubahan iklim, maka investasi pada kendaraan listrik dan energi terbarukan menjadi semakin penting. Pemerintah mendorong pengembangan teknologi ini untuk mengurangi polusi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Hal ini didukung dengan berkah alamiah dimana Indonesia memiliki cadangan nikel (bahan utama baterai EV) terbesar di dunia. Posisi geografis yang strategis juga mendukung daya tarik Indonesia untuk menjadi basis produksi EV di Asia, selain Tiongkok.
Bloomberg New Energy Finance (Bloomberg NEF) menilai Indonesia mampu meningkatkan daya tariknya untuk menarik investasi pada ekosistem rantai pasok baterai listrik. Saat ini, Indonesia berada dalam peringkat 22 dari 30 negara yang dinilai dalam Bloomberg NEF’s Annual Global Lithium-Ion Battery Supply Chain.
Penilaian tersebut berdasarkan beberapa aspek seperti: (i) industri, inovasi, dan infrastruktur; (ii) ketersediaan bahan baku; (iii) manufaktur baterai; (iv) permintaan di sektor hilir; dan (v) kebijakan terkait lingkungan, sosial, dan tata kelola. Posisi ini akan meningkat hingga peringkat 18 pada tahun 2027, di atas negara G20 lainnya yakni Brazil dan Afrika Selatan. Menko Airlangga juga membagikan peluang luas terkait transisi energi di Indonesia, salah satunya melalui carbon capture storage (CCS), pemanfaatan bahan bakar alternatif untuk industri aviasi, hingga pemanfaatan energi nuklir.
Pemerintah Indonesia terus mendorong upaya transisi energi dalam rangka pencapaian National Determined Contribution (NDC). Indonesia berkomitmen meningkatkan target penurunan emisi dari 29% menjadi 31,89% tanpa syarat (tanpa bantuan internasional). Sementara untuk komitmen dengan melibatkan bantuan internasional, meningkat dari 41% pada NDC pertama menjadi 43,20%. Lebih luas, upaya transisi energi membuka peluang investasi senilai US$ 3,5 triliun bagi Indonesia.
Pasca sesi wawancara langsung, Menko Airlangga berkesempatan berdiskusi dengan CEO Bloomberg NEF, Jon Moore. Dalam diskusi tersebut, Menko Airlangga sampaikan Indonesia terus meningkatkan signifikansinya dalam perekonomian global. Selain secara sukses memimpin Presidensi G20 2022 dan dilanjutkan Kepemimpinan ASEAN 2023, Indonesia saat ini merupakan negara Asia Tenggara pertama yang memulai proses aksesi keanggotaan OECD.
Keanggotaan Indonesia tersebut tidak hanya akan memberikan manfaat dalam upaya transformasi ekonomi dalam rangka menjadi negara maju berpendapatan tinggi, namun juga meningkatkan relevansi OECD sebagai organisasi yang inklusif. Sebagai ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara, keanggotaan Indonesia di OECD akan turut meningkatkan profil dan signifikansi OECD.
© Copyright 2024, All Rights Reserved