Seminar "Aglomerasi Bandung Raya: Peluang dan Tantangan" digelar di Grand Hotel Preanger, Jln. Asia Afrika, Kamis (29/8).
Hadir dalam seminar tersebut, narasumber Ir. Bernardus Djonoputro, M.M. (Ketua Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia), Yogi Suprayogi Sugandi (Pakar Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran), Ane Carolina (Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Provinsi Jabar), serta moderator Noe Firman Rahmat (Direktur Utama PT Motekar Atra Media).
Dalam seminar tersebut merekomendasikan enam poin untuk menjadi bagian program kerja bagi para kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024.
Enam poin rekomendasi tersebut adalah, pertama, revisi Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, agar sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.
Revisi dilakukan karena terjadi disrupsi di semua sektor kehidupan, menguatnya Artificial Intelligence, penggunaan big data, serta interaksi dan pelayanan online.
Kedua, penguatan kelembagaan dan tata kelola organisasi yang lebih fleksibilitas, kolaboratif dan transparan. Ketiga, arah perencanaan Aglomerasi Bandung Raya fokus pada sektor jasa dan industri 6.0.
Keempat, penguatan kapabilitas sumber daya manusia. Kelima, transformasi pemerintahan daerah dari dynamic governance ke agile governance. Keenam, peningkatan pemahaman dan keterlibatan seluruh stakeholder Bandung Raya.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Yogi Suprayogi Sugandi mengatakan, ada kebingungan dalam tata kelola Cekungan Bandung yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 45 Tahun 2018.
Apa lagi, dalam konteks Cekungan Bandung, bukan hanya infrastruktur saja yang perlu dipikirkan oleh tiap kota kabupaten di wilayah Bandung Raya. Melainkan berbagai macam persoalan yang sangat krusial saat ini.
"Cekungan Bandung Ini memang bukan hanya infrastruktur dan sarana prasarananya saja yang harus dipersiapkan tapi hal yang paling penting itu adalah ruhnya dan rohnya ini justru ada di titik-titik yang sangat krusial dan menjadi masalah di Indonesia saat ini," kata Yogi saat memberikan paparan.
Berdasarkan penulisannya, setidaknya ada 8 isu krusial yang menjadi perhatian di Cekungan Bandung, mulai dari banjir, macet (transportasi), penurunan muka tanah, perubahan iklim, perubahan penduduk, lingkungan dan lain sebagainya (dsb).
"Tapi menariknya ketika saya cek mengenai tata kelola di Cekungan Bandung, ada kebingungan mana sebetulnya yang menjadi pengendali utamanya," kata Yogi.
Begitu juga saat ia menelusuri Tata Kelola Cekungan Bandung melalui platform pencari yang berbasis Artificial Intelligence (AI).
"Itu sampai error, di Rebana juga hampir mirip-mirip," sambungnya.
Oleh karena itu, Yogi mempertanyakan tindak lanjut Perpres Nomor 45 Tahun 2018 kepada pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kota kabupaten.
Lantaran, berdasarkan paparannya, konsep dan teori tata kelola (kelembagaan) di Cekungan Bandung sangat sederhana.
"Perpres ini dibentuk untuk cicing (didiamkan) atau bagaimana? Karena dalam paparan saya konsep dan teori kelembagaan itu mudah. Tapi dalam realitas di pemerintahan kita, itu fragmentednya cukup kuat. Kita over regulasi, over policy dan over index," ujarnya.
Ditambah ia adalah adalah satu pihak yang setuju dengan adanya Omnibuslaw.
“Kenapa over regulasi, punten saya sepakat dengan yang namanya omnibus law, saya sangat sepakat. Saya setuju dengan negara hukum tapi konsepnya apakah hukum itu apakah harus tertulis?," tanyanya.
"Apakah kita ini negara hukum yang terlalu administratif? Kemarin jadi teman-teman pemda dan DPRD itu buat saja Perda tapi turunan Perdanya tidak pernah dipikirkan. Bahkan hampir 80% kami temukan saya kerjasama dengan teman-teman fakultas hukum, Perwalnya itu belum keluar, berarti memang dibentuk untuk cicing," pungkasnya
Sedangkan, Bernardus Djonoputro mengatakan, kompleksitas penyelenggaraan urusan lintas kota/kabupaten merupakan isu utama di semua aglomerasi perkotaan besar. Aglomerasi Bandung Raya meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.
"Isu lintas kota/kabupaten antara lain penyediaan air bersih, urban transport dan mobilitas, UMK, penyediaan perumahan, dampak climate change, dan banjir," ungkap pria yang akrab disapa Bernie.
Beda dengan Rebana
Ane Carolina dari Bappeda Provinsi Jawa Barat mengatakan, skema pemerintah pusat untuk Cekungan Bandung atau Bandung raya ternyata untuk kota jasa, pariwisata, dan ekonomi kreatif.
Berbeda dengan Rebana (Cirebon–Patimban–Kertajati), pemerintah menjadikan kawasan Metropolitan Cirebon tersebut sebagai kawasan investasi dengan teknologi tinggi.
"Amanat pusat untuk kawasan Bandung Raya adalah dijadikan kawasan perkotaan, pusat jasa, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Kalau Rebana 'kan sebagai pusat investasi," ungkap Ane.
Salah satu upaya yang sudah dilaksanakan untuk untuk mewujudkan kota jasa dan ekonomi kreatif, pemerintah telah membangun Science Techno Park (STP) di wilayah Gedebage Kota Bandung.
Keberadaan STP akan berperan sebagai pusat ekosistem inovasi yang lengkap mulai dari dukungan aktivitas riset inovasi, proses pembuatan prototipe hingga tahap alih teknologi bersama startup, mitra industri, dan investor serta komunitas entrepreneur yang handal.
"Lalu, untuk bidang ekonomi kreatif pemerintah juga sudah membangun pasar kratif di Jalan Pahlawan Kota Bandung. Meskipun saat ini masih jadi pusat kuliner, ke depan pasar kreatif ini juga akan dilengkapi dengan memaerkan hasil ekonomi kreatif warga. Rencannya di bagian belakang, karena lahannya sudah ada," jelasnya.
Dengan upaya yang sudah dilakukan, diharapkan bisa berdampak pada Cekungan Bandung ini sebagai pusat jasa dan ekonomi kreatif. Sehingga banyak wisatawan yang datang ke Bandung ini.
Ditambahkan, dari Aglomerasi Bandung Raya, Kota Bandung dan Kota Cimahi merupakan pusat kotanya. Sementara Kabupaten Bandung, Kab. Bandung Raya, dan Kabupaten Sumedang sebagai daerah penyangganya.
Bekal Pemimpin Atasi Masalah di Cekungan Bandung
Mengenai kegiatan seminar yang didukung bank bjb ini, Direktur Utama PT Montekar Artha Media, Noe Firman menyampaikan, kegiatan seminar merupakan hasil pemikiran setelah jajaran Koran Gala melaksanakan diskusi bersama bakal calon yang akan mengikuti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tahun ini.
"Selama ini, persoalan di setiap daerah di aglomerasi Bandung Raya cenderung parsial," ungkap Noe Firman.
Seminar dengan peserta calon-calon kepala daerah yang ada di Cekungan Bandung ini diharapkan bisa menjadi “bekal” mereka saat memimpin nanti.
"Jadi dalam seminar ini akan dieksplor soal permasalahan aglomerasi Bandung Raya. Diharapkan dari hasil diskusi ini ada sebuah terobosan atau pendekatan yang bisa menjadi solusi permasalahan di Cekungan Bandung," tegasnya.
Diakuinya, ternyata permasalahan yang dihadapi daerah di Bandung Raya nyaris sama atau relatif seragam. Di antaranya persoalan sampah, banjir, kemacetan, dan transportasi.
"Hal ini didapat saat kami mengundang calon kepala daerah untuk diskusi. Ternyata permasalahan di Bandung Raya relatif sama," tegasnya.
"Diharapkan juga dalam diskusi ini bisa memberikan jalan keluar terhadap permasalahan Cekungan Bandung," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved