Keberadaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kembali menjadi sorotan setelah Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Bawaslu tidak melakukan pengawasan yang efektif pada Pilpres dan Pileg 2024.
Tuduhan ini sejalan dengan berbagai temuan kecurangan yang terjadi di lapangan, mulai dari politik uang, serangan fajar, hingga pelanggaran kampanye lainnya. Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai lemahnya pengawasan Bawaslu menjadi salah satu faktor utama maraknya kecurangan tersebut.
"Di lapangan, suara serangan fajar bukan lagi sayup terdengar. Perilaku money politic seolah bukan lagi aib," kata Jamiluddin.
"Hal itu menjadi perbincangan peserta pemilu dan pihak pemilih secara bebas. Hal demikian seolah tak didengar Bawaslu," lanjutnya.
Lemahnya kinerja Bawaslu juga terlihat dari banyaknya gugatan sengketa hasil pileg dan pilpres yang diajukan ke MK. Hal ini menunjukkan bahwa Bawaslu tidak mampu menyelesaikan permasalahan di lapangan secara tuntas.
Lebih lanjut, Jamiluddin menilai Bawaslu terkesan pasif dalam menangani berbagai keluhan peserta pemilu. Ketidaknetralan Bawaslu dalam menjalankan tugasnya juga dikhawatirkan dapat merusak kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu.
"Oleh karena itu, keberadaan Bawaslu harus ditinjau ulang," tegas Jamiluddin.
"Ke depan, Bawaslu harus diperkuat agar dapat melakukan pengawasan yang lebih efisien dan efektif," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved