Pilkada langsung hampir 14 tahun bergulir. Namun hingga kini belum mampu mendapatkan pemimpin yang diharapkan masyarakat.
Begitu disampaikan Pakar Hukum IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Sugianto kepada Kantor Berita RMOLJabar, Rabu (1/1).
Sugianto menilai, pilkada langsung sejak lahirnya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang nomor 12 tahun 2008 hingga sekarang lahirnya Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah perlu dievaluasi lagi.
"Sejak tahun 2005 sampai tahun kemarin 2019, kami prihatin melihat pemimpin daerah hasil pilkada langsung banyak yang tersangkut proses hukum tindak pidana korupsi," ujarnya.
Menurutnya, kedudukan DPRD dalam Susduk DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 sebagai representasi rakyat, artinya anggota DPRD sebagai wakil rakyat dalam konstek politik memilih pemimpin daerah bisa saja dilaksanakan oleh DPRD.
"Gubernur, Bupati, Wali Kota sebagai kepala daerah bisa diusulkan kembali dipilih oleh DPRD," ucapnya.
Disinggung bagaimana agar masyarakat tetap terlibat dalam memilih pemimpin daerahnya, ia menyebut, calon kepala daerah tetap diusulkan sebagai tahapannya oleh KPU. Kemudian Bawaslu mengawasi dan parpol pengusung mengusulkan pada DPRD untuk dipilih dalam rapat paripurna.
"Selain bisa menghemat anggaran negara juga menghemat anggaran dari para calon kepala daerah sendiri. Karena tidak harus kampanye atau pawai yang menguras biaya puluhan hingga ratusan miliar," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved