Anggota Tim Seleksi (Timsel) Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi yang dibentuk KPU RI dinilai bermasalah. Sebab, salah seorang Timsel bernama Erik Ardianto merupakan tim sukses Walikota Bekasi Tri Adhianto.
"Erik Ardianto adalah orang yang saat ini bertugas di Tim Percepatan Pelayanan Publik (TP3) Kota dan serta namanya menjadi salah satu tim pemenangan walikota Bekasi Tri Ardianto Cahyono untuk kepentingan menuju Pilkada 2024 yang akan datang," kata Ketua Gerakan Mahasiswa Peduli Pemilu Republik (GEMPUR) Ahmad Sodikin, Kamis (31/8).
Menurut dia, KPU RI dalam seharusnya berhati-hati dalam merekrut Timsel serta memastikan orang dipilih bebas dari kepentingan politik.
Karena Timselnya bermasalah, kata Sodik, keabsahan komisioner KPU Kota Bekasi terpilih juga merupakan orang-orang yang secara aturan dilarang untuk dipilih karena merupakan orang yang dekat dengan kepentingan politik.
"Rekrutmen Komisioner KPU Kota Bekasi disuguhi norma-norma bertentangan yaitu Pasal 23 ayat (1), 28 ayat (1), 31 ayat (1), 32 ayat (1), 33 ayat (1), 34 ayat (1), Pasal 37 ayat (4), dan Pasal 39 ayat (3) UU Pemilu. Yang terkait mekanisme pencalonan, pemilihan, dan penetapan yang didalilkan dilakukan secara sentralistik oleh tim seleksi, padahal timsel itu berada di bawah kendali kepentingan secara tidak independen," bebernya.
Menurut catatannya, berdasarkan Keputusan Timsel KPU kota Bekasi No ;4/TIMSELKK-GEL.6-Pu/04/32-1/2023 terdapat 10 nama yang dinyatakan lolos seleksi. Namun, kata Sodikin, tiga diantaranya merupakan orang yang melanggar aturan.
"Yang pertama atas nama Afif Fauzi, sebelumnya pernah mencalonkan anggota legislatif Kota Bekasi dari Partai Demokrat diera ketua Andi Zabidi. Dan Afif ini, diduga kuat terlibat politik praktis dengan PDIP Kota Bekasi melalui senior PA GMNI Kota Bekasi Heri Purnomo yang saat ini merupakan anggota DPRD PDI Perjuangan Kota Bekasi," bebernya.
Kemudian, anggota KPU Kota Bekasi Ali Syaifa As yang kembali mendaftar juga bermasalah. Ali pernah mendapat sanksi dari DKPP RI dan terbukti melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu.
"Dalam putusannya Majelis memutuskan Ali Syaifa As terbukti melanggar pasal 6 Ayat 3 huruf a, pasal 11 dan pasal 15 huruf e dan f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilihan umum karena telah meloloskan hasil perolehan Caleg 2019," bebernya.
"Ali pernah terlibat melakukan etika moral sebagai penyelenggara, bekerjasama dengan salah satu Partai Nasdem untuk memenangkan salah satu calon legislatif pada saat pemilu 2019, berkordinasi kepada PPK untuk menaikkan nilai suara di 12 kecamatan," imbuhnya.
Ahmad Sodikin juga mengatakan Ali Syaifa As saat ini juga dilaporkan ke DKPP RI atas tuduhan menutupi adanya pemotongan honorarium Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) sebesar Rp50 ribu.
Lalu yang terakhir atas nama Bagus Hariyanto, saat ini ia merupakan tenaga ahli Sekretariat Fraksi Gerindra Kota Bekasi. Berdasarkan temuannya, ia telah bertugas di Fraksi Gerindra sejak 4 tahun yang lalu.
"Tapi herannya, untuk menutupi statusnya, Fraksi Gerindra juga mengeluarkan surat pemberhentian tugas tenaga ahli kepada yang bersangkutan karena sudah ramai menjadi pembicaraan di tengah kalangan masyarakat Kota Bekasi," ujarnya.
Maka dari itu, Sodikin meminta kepada KPU RI untuk segera melakukan investigasi dan membatalkan semua keputusan Tim Seleksi No.4/TIMSELKK -GEL.6-Pu/04/32-1/2023, karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Timsel KPU Kota Bekasi.
"Jika hal itu diabaikan oleh KPU RI, maka kami akan melakukan gerakan aksi besar-besaran di depan Kantor DKPP. Karena keberadaan penyelenggara pemilu yang kompeten dan berintegritas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keseluruhan kualitas proses penyelenggaraan pemilu," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved