Jumlah peternak sapi perah di Indonesia saat ini tengah terjadi kemunduran. Padahal, peternakan sapi perah saat ini telah menjadi salah satu industri di Indonesia.
Begitu disampaikan Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Fapet Unpad), Prof. Achmad Firman dalam keterangannya, Kamis (13/6).
Achmad menjelaskan, salah satu penyebab dari kemunduran itu adalah lantaran karakteristik generasi muda saat ini. Menurut dia, generasi Z cenderung memiliki sifat quick yielding yang ingin cepat menghasilkan, sementara pertanian memiliki proses yang harus dibangun.
Hal itu pula mendasari penelitian yang dilakukan oleh Prof. Achmad. "Makanya saya sebut (sebagai) lampu kuning, beberapa peternak sudah mulai mengalihkan profesinya,” kata Achmad.
Dalam penelitiannya, Achmad memilih keluarga peternak sapi perah yang mempunyai anak di Kecamatan Pangalengan sebagai subyek penelitian. Achmad memilih Pangalengan sebagai lokasi penelitian lantaran lokasi tersebut merupakan tempat pertama di mana sapi perah diperkenalkan di Indonesia.
Keluarga peternak berperan dalam proses suksesi usaha sapi perah keluarga. Terdapat proses transfer, sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder, persepsi anak, kognisi, serta afeksi di dalam keluarga.
“Anak (dari peternak) tidak hanya berbayang di keluarga tapi di lingkungan, baik dengan tetangga atau dengan sekolah,” jelas Achmad.
Achmad menyebut, masalah suksesi usaha sapi perah tidak hanya terjadi di Indonesia, namun sudah sejak dahulu. “Itu sudah terjadi tahun 90-an di Eropa,” ungkap Achmad.
Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan anak peternak memilih untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan usaha sapi perah keluarga, seperti pendidikan, umur, lokasi peternakan, pendapat keluarga, skala usaha, total aset usaha, jumlah anggota keluarga, tabungan, hutang, hingga produktivitas ternak.
Yang menjadi faktor utama dalam menentukan keputusan anak peternak yaitu jumlah anggota keluarga dan lama waktu membantu usaha sapi perah keluarga.
© Copyright 2024, All Rights Reserved