DEMOKRASI merupakan suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari, oleh, untuk rakyat. Saat ini Indonesia menganut sistem demokrasi pancasila, dimana demokrasi ini bersumber dari falsafat bangsa indonesia sendiri. Demokrasi pancasila sangat menjungjung tinggi hak rakyat Indonesia dalam berpartisifasi pada pemilu dengan menggunakan hak suaranya tanpa ada paksaan. Seperti yang kita ketahui tujuan dari demokrasi itu sendiri yaitu salah satunya mengedepankan nilai kejujuran, keadilan dan kebebasan dalam pemilu. Namun, nyatanya demokrasi di Indonesia kurang dalam mengedepankan nilai tersebut, meskipun sistem pemilu di Indonesia dilaksanakan secara langsung dengan menggunakan suara rakyat sebagai penentu hasil tapi masih banyak sekali terjadi kecurangan yang ikut menodai prinsip-prinsip kehidupan demokrasi yang seharusnya. Hal ini tentu menjadikan kondisi demokrasi di Indonesia kurang ideal, Ada beberapa kecurangan yang sering terjadi pada kehidupan demokrasi Indonesia yaitu sebagai berikut :
1. Praktik Oligarki Partai Politik
Oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu. Pada praktik oligarki partai politik yang memiliki kewenangan penuh dan berkuasa hanya didapatkan oleh beberapa orang dalam mengatur sistem demokrasi. Pada praktik oligarki ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban yang miliki oleh rakyat yang berujung kepada hilangnya hak-hak rakyat tersebut dalam melakukan pemilu dan akan mengesampingan suara rakyat demi kepentingan pribadi. Pemilu akan dikuasi sepenuhnya oleh segelintir orang, Memilih siapa yang akan menjadi pemimpin tiap daerah tanpa adanya kesepakatan dengan rakyat. Hal ini tentu tidak selaras dengan tujuan dan prinsip demokrasi. Hak rakyat dalam pemilu harus dijunjung tinggi karena sistem demokrasi itu sendiri memuat rakyat sebagai komponen terpenting dalam tercipatanya kehidupan demokrasi yang baik.
Oligarki semakin kuat jika orang-orang elit terlibat dalam politik, dimana hal ini menjadi celah bagi mereka untuk memonopoli kekuasaan. Dengan itu, segala sesuatu akan berada dibawah kekuasaan orang-orang elit. Biasanya mereka melakukan hal ini hanya semata demi meningkatkan kekayaan pribadi mereka tanpa memperdulikan apapun kecuali dirinya sendiri. Oligarki terjadi karena lemahnya partai politik dalam mengimplementasikan nilai-nilai ideologi dalam kehidupan berpolitik. Dari kesemena-mena inilah terjadi golakan antara orang-orang elit dan rakyat. Dimana hal ini tentu saja merugikan baik untuk negara dan rakyat itu sendiri.
2. Politik Uang
Politik uang merupakan topik yang banyak dibicarakan menjelang dilaksanakan suatu pemilu, politik uang sering kali mewarnai pelaksanaan pemilu. Bagaimana tidak, Politik uang sudah menjadi suatu tradisi di kalangan politikus dalam memenangkan pemilu dengan cara kotor melalui uang. Politik uang itu sendiri adalah salah satu bentuk penyuapan dengan tujuan agar orang itu tidak menjalankan haknya dalam pemilu atau menjalakankan haknya dengan hal tertentu. Politik uang biasanya menawarkan sejumlah uang atau barang sebagai imbalan atau imping-imping. Target dari politik uang itu sendiri menargetkan orang-orang yang tergiur akan uang atau barang yang sudah dijanjikan.
Politik uang tidak sejelan dengan kehidupan demokrasi yang baik, Membeli hak orang dalam bersuara atau memilih merupakan tindakan yang melenceng dari ajaran demokrasi. Dalam demokrasi setiap orang berhak untuk memilih tanpa adanya paksaan dan tekanan dari pihak lain, diharapkan agar tiap orang memilih sesuai dengan kehendak atau keinginannya sendiri. Biasanya politik uang bertujuan agar orang yang disuap mau untuk memilih salah satu paslon yang sudah disepakati sehingga hal ini dapat menguntungkan paslon tersebut dalam memperoleh suara tertinggi.
Politik uang juga banyak dikaitkan dengan korupsi politik, menggunakan uang dalam pembeli suara atau pilihan merupakan cikal bakal pemimpin yang korup. Dimana orang itu senantiasa akan menggunakan uangnya lagi untuk membeli hak orang lain ataupun hukum yang ada guna kepentingan pribadi. Tentu pemimpin seperti itu dapat merusak sistem kehidupan demokrasi yang baik. Politik uang muncul karena adanya celah dari rakyat itu sendiri, dimana lemahnya pemahaman tentang demokrasi membuat para rakyat mudah di pengaruhi oleh segelintir uang atau barang.
3. Maraknya Hoaks dan Ujaran Kebencian
Hoaks atau berita bohong sering kali menjadi hal yang sudah biasa terjadi ketika mejelang pemilu, hoaks biasanya tersebar begitu luas di media sosial atau dari mulut ke mulut. Hoaks itu sendiri yaitu informasi yang salah atau tidak valid dan tak sesuai fakta namun dibuat seakan-akan benar adanya. Tujuan dari hoaks ini sendiri untuk memecah belah kalangan masyarakat mengenai pemilu yang akan dilaksanakan. Biasanya hoaks dapat memicu ketidakstabilan kondisi pemilu menjadi kacau dan berantakan. Hoaks biasanya dapat berupa perhitungan hasil quick count, dimana pemenang suara terbanyak ternyata belum di hitung sehingga belum pasti siapa yang menang. Tentu saja hal ini dapat membuat rakyat terutama pendukung yang diisukan kalah akan merasa kecewa hingga hal yang parah akan terjadi perseteruan antara kedua belah pihak. Hoaks saat ini masih sulit untuk diberantas, pelaku biasanya sengaja melakukan hal tersebut guna membuat ricuh suasana pemilu, pemilu memang suatu momen yang bisa dikatakan sensitif sehingga adanya berita hoaks akan memperkeruh suasana menjadi tidak kondusif.
Sama seperti hoaks, Maraknya ujaran kebencian juga turut mewarnai belangsungnya pemilu. Berbeda dengan hoaks, ujaran kebencian mengarah pada menjatuhkan pihak/kelompok tertentu dengan ucapan, perkataan, argument yang mengarah kepada kebencian atau bisa juga dikatakan hate speech. Ujaran kebencian biasanya menargetkan pihak/komunitas minoritas sehingga pihak mayoritas akan merasa setuju dengan hal itu. Tentu hal ini dapat menjadikan momen dimana pihak mayoritas bisa semena-mena terhadap pihak minoritas tanpa dilindungi haknya serta jaminan keamanannya dan Akan banyak terjadi tindakan diskriminasi terhadap pihak minoritas.
Tentu dari kedua hal ini, dapat menjadikan kondisi pemilu menjadi ricuh dan berantakan. Bukan hanya kondisi pemilu yang akan terdampak, namun hak pihak minoritas juga akan dirampas dan akan berakibat terhadap rendahnya toleransi antar perbedaan. Kondisi ini akan memperkeruh suasana kehidupan demokratis yang aman dan nyaman, justru hal ini akan menjadi ajang merugikan satu sama lain demi kepentingan suatu pihak tertentu tanpa memikirnya pihak lainnya. Baik hoaks dan ujaran kebencian harus lebih diperhatikan lagi bagi pemerintah dalam berlangsungnya pemilu agar terciptanya kondisi pemilu yang nyaman dan aman tanpa merugikan pihak lain.
4. Kampanye Hitam
Kampanye hitam merupakan suatu upaya dari pihak tertentu dengan tujuan untuk merusak citra dan reputasi seseorang dengan melakukan propraganda negatif. Target dari kampanye hitam bisa penjabat publik atau politikus. Hampir sama dengan ujaran kebencian, namun kampaye hitam lebih menjatuhkan satu pihak tertentu yang berkaitan langsung dengan pemilu atau politik. Tujuan dari kampanye hitam sendiri agar orang-orang mempertanyakan kembali reputasi atau kemampuan orang yang ditargetkan agar dapat menurunkan rasa percaya rakyat terhadap orang itu. Hal ini jelas sangat dilarang, dimana seseorang yang ditargetkan akan dirugikan sekali baik itu reputasinya maupun nama baiknya sendiri, serta dapat mengahncurkan karir seseorang atau menggagalkan orang itu dalam menang pemilu. Biasanya kampanye hitam berasal dari kubu lawan yang menggunakan cara kotor agar lawannya mendapatkan pandangan buruk dari rakyat sehingga hal ini dapat menguntungkan dirinya yang lebih dipercayai oleh rakyat. Kampaye hitam juga dapat menodai kehidupan demokrasi, dimana kampaye hitam bisa mempengaruhi orang-orang dalam menentukan pilihannya masing-masing. Padahal harusnya setiap orang memilih tanpa adanya paksaan, tekanan atau mendapatkan pengaruh dari pihak lain.
Pemilu bukan hanya momen pilih memilih, namun momen dimana kita harus menentukan pemimpin yang baik dan senantiasa membantu rakyat. Acara pemilu memang banyak dikaitkan dengan isu-isu yang dipaparkan diatas. Namun, sebaiknya kita sebagai rakyat harus lebih selektif lagi dan lebih memperhatikan dari berbagai hal dalam memilih tanpa adanya paksaan, tekanan atau pengaruh orang lain. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan isu-isu diatas guna terciptanya kondisi demoktrasi yang baik, seperti perkuat atau tegakan hukum, pemberian sanksi tegas bagi pelanggar atau pembuat onar dalam ricuhnya acara demokrasi serta penyuluhan kepada rakyat tentang pentingnya menggunakan haknya dengan baik dan teliti dalam membaca berita serta lebih kritis lagi. Saya rasa demokrasi Indonesia akan dikatakan ideal jika pemerintah mampu mengatasi hal-hal yang dipaparkan diatas, namun peran rakyat juga penting dalam terciptanya kehidupan demokrasi yang baik, aman dan nyaman.
Harapan untuk Pemilu 2024
Di tengah munculnya kekhawatiran bahwa Pemilu di Indonesia masih diwarnai oleh adanya permasalahan yang bisa menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia, kita berharap seluruh pemangku kepentingan yang meliputi rakyat, partai politik dan aktor politik dapat menjaga pesta demokrasi di Indonesia bisa berjalan dengan baik dan berkualitas. Apabila hal ini bisa terwujud maka keinginan untuk menjadikan Indonesia negara yang besar bukan lagi suatu omong kosong atau angan-angan belaka, terutama bila kita mengacu pada pentingnya meningkatkan kualitas pemilu yang demokratis dengan lahirnya para pemimpin bangsa yang berkompeten dan mampu memikirkan kepentingan publik dengan melahirkan kebijakan-kebijakan positif bagi rakyat.
Dengan telah dibukanya pendaftaran para calon anggota legislatif dan kelak di ikuti dengan adanya pendaftaran calon presiden, yang beberapa nama sudah diusung seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, kita menaruh harapan bahwa mereka semua bisa menyuguhkan sesuatu yang baik bagi bangsa dan negara. Tidak menggunakan politik uang, hoaks, kampanye hitam untuk meraih kemenangan, serta tidak menjadi politik oligarki sebagai sarana maupun tujuan dalam berpolitik.
Yusa Djuyandi
Penulis adalah Dosen Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran
© Copyright 2024, All Rights Reserved