Kebijakan keuangan rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam penanganan Covid-19 disoroti
Keseriusan pemerintah dalam penangnan covid-19 dipertanyakan ekonom Institute Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira.
Pasalnya, meski Perppu 1/2020 sudah diterbitkan dengan berbagai polemiknya. Pada kenyataanya aturan darurat itu hanya jadi macan kertas semata.
Rencana pemerintah menggelontorkan dana ratusan triliun untuk penanganan covid-19 dan dampak sosial ekonominya tak segera terserap karena satu dan berbagai hal.
"Tapi (merealisasi stimulus dan peronbakan anggaran untuk penanganan Covid-19) enggak ada dasar itu dalam praktiknya," ujar Bhima dalam diskusi virtual bertajuk 'Menggugat UU 2/2020: Penetapan APBN Inkonstitusional, Pro Korporasi dan Berpotensi Abai Rakyat', Jumat (26/6).
Sebab berdasarkan data yang ia miliki, realisasi anggaran dari UU Corona ini sangat rendah. Baik realisasi insentif untuk bidang kesehatan yang sebesar 87,5 triliun (dari pagu anggaran corona Rp 695,2 triliun) maupun stimulus untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang sebesar 123,46 triliun.
"Mau bicara soal stimulus di bidang kesehatan, ternyata realisasinya masih di bawah, katakanlah 2 persen. Kemudian kita bicara stimulus yang katanya untuk UMKM, tapi faktanya ini yang sangat menyedihkan, stimulus untuk UMKM realisasinya belum mencapai 1 persen, baru 0,06 persen," ungkapnya seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL.
Bahkan, hingga ke persoalan Bantuan Sosial (Bansos) pun pemerintah belum sanggup merealisasikannya hingga ke tangan masyarakat dengan merata. Dalam catatan Bhima, belum ada setengah dari total anggaran Bansos sebesar Rp 203,9 triliun yang tersalurkan. "Sekarang realisasinya masih di bawah 30 persen," demikian Bhima Yudhistira.
© Copyright 2024, All Rights Reserved