Paham radikalisme, kriminalitas serta konflik sosial dinilai patut diwaspadai kemunculannya di tengah pandemi Covid-19, agar kondusifitas masyarakat tetap terjaga dengan baik.
Demikian disampaikan Pengamat Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Majalengka Diding Bajuri kepada Kantor Berita RMOLJabar, Jumat (22/5).
"Terorisme, kriminalitas, dan konflik massa berpotensi terjadi dengan memanfaatkan pandemi Covid-19 yang dapat berimplikasi secara hukum, sosial, ekonomi, politik, budaya dan Keamanan," ujar Diding.
Dijelaskan Diding, kesibukan pemerintah dalam penanganan Covid-19 bisa menjadi celah bagi datangnya ancaman, gangguan, tantangan, serta hambatan yang akan mengancam keamanan nasional.
"Jika deteksi dini, cegah dini dan cipta kondisi kurang terbangun dengan baik dan sinergis, dikhawatirkan akan menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak pihak untuk mengganggu stabilitas negara," ucapnya.
Untuk deteksi dini dan cegah dini, terangnya, sinergitas seluruh komponen serta elemen bangsa menjadi sangat penting. Sebagai contoh, di setiap desa sekarang terbentuk FKPM (Forum Kemitraan Polisi Masyarakat), di mana keberadaannya bisa bersinergi dengan pemerintah desa dan seluruh komponen di bawahnya.
"Dalam melakukan penjagaan keamanan swakarsa guna mengantisipasi hal hal yang tidak diinginkan dengan membangun sinergitas antar pemerintah dengan beberapa komunitas," tambahnya.
Diding yang juga sebagai Wakil Rektor Universitas Majalengka menjelaskan, perguruan tinggi memiliki peran penting dalam pencerdasan dan pencerahan kepada mahasiswa guna membantu pemerintah sebagai agent of change/development.
"Kami bina mahasiswa kita agar mampu turut mengedukasi masyarakat dengan informasi yang positif dan konstruktif tentunya melalui filterisasi terlebih dahulu, sehingga yakin informasi ataupun berita tersebut valid dan bermanfaat, sharing-sharing," jelasnya.
Kendati demikian, Diding mengungkapkan, terkait radikalisme di Jawa Barat patut disyukuri karena mengalami penurunan, sebagaimana hasil survey Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengenai potensi radikalisme di daerah-daerah.
"Di Jawa Barat skor pada 2019 sebesar 33,87, yang artinya menurun dari skor survei nasional pada 2017, sekitar 55 poin," ungkapnya.
Berdasarkan informasi BNPT juga, beber Diding, indeks potensi radikalisme terdiri dari aspek pemahaman dengan skor 42,44, skor tindakan 3,75, dan sikap 56, 42.
"Sehingga dari hasil tersebut, terdapat penurunan signifikan selama dua tahun. Selama dua tahun juga artinya progres program kontra radikal cukup efektif," tuturnya.
"Program kontra radikalisme itu misalnya, dengan memberikan pesan pesan kedamaian, tidak menyebarluaskan informasi atau berita melalui medsos yang belum jelas validasi dan kebenarannya," paparnya.
Diding menilai, saatnya masyarakat diberikan harapan atau optimisme melalui kepedulian seluruh komponen dan elemen bangsa, dengan saling membantu dan melindungi serta menghargai upaya-upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan dalam memutus rantai penyebaran Covid-19.
© Copyright 2024, All Rights Reserved