RMOLJabar. Penelitian membuktikan bahwa dampak pernikahan anak 80% menjadi putus sekolah, memperburuk dan meningkatkan angka kematian ibu melahirkan.
Begitu disampaikan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra kepada RMOLJabar, Rabu (6/3).
"Bagi keluarga kurang mampu justru memperburuk ekonomi keluarga bahkan ada kecendrungan menambah beban serta mewariskan kemiskinan keluarga, karena pasangan mempelai tidak memiliki pendidikan yang baik maka sulit bekerja di sektor-sektor formal," kata Jasra.
Selanjutnya, dampak pernikahan usia anak yang dipastikan secara emosional tidak matang, kehidupan keluarga tidak harmonis dan bahkan bercerai. Sehingga fungsi-fungsi keluarga untuk anak yang melakukan pernikahan usia anak tidak bisa berjalan secara baik.
"Oleh sebab itu, kami meminta Pemerintah, masyarakat, dan keluarga terus bersinergi untuk melindungi anak-anak dari pernikahan usia anak," tegas Jasra.
Pelamin bukan tempat yang layak untuk anak. Maka mari kita stop pernikahan usia anak dengan berbagai upaya. Negara tidak boleh kalah dan membiarkan generasinya tidak memiliki kualitas kehidupan yang lebih baik.
Saat ini KPAI tengah melakukan kajian dengan para pihak pasca keputusan Mahkamah Konstitusi terkait menaikan usia menikah dalam UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dimana hasil kajian komprehensif tersebut akan diserahkan ke DPR sebagai lembaga yang diamanahkan untuk melakukan revisi UU tersebut.
Momen Pemilu 2019 para calon Presiden dan Wakil Presiden, calon legislatif khususnya dapil Sulawesi Selatan ditantang untuk merespon persoalan pernikahan usia anak di propinsi tersebut.
Bahkan bagi Capres dan Cawapres perlu memikirkan dan mencari solusi jitu terkait pernikahan usia anak di Indonesia yang cukup tinggi.
"Hampir 300 ribu setiap tahunnya pernikahan usia anak berlangsung," tutup Jasra. [yud]
© Copyright 2024, All Rights Reserved