Dugaan penyalahgunaan kewenangan Menteri Investasi/BKPM, Bahlil Lahadalia, terkait pencabutan dan pengaktifan kembali izin usaha pertambangan (IUP) serta hak guna usaha (HGU) di beberapa daerah dinilai mirip dengan skandal "Papa Minta Saham". Untuk itu, kasus tersebut akan dibahas di forum resmi pimpinan KPK.
"Kita akan bahas nanti, pasti kita bahas," ujar Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu siang (6/3).
Saat ini, Johanis mengungkapkan, pimpinan KPK masih ada yang bertugas di luar kota. Sehingga, dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Bahlil belum dibahas resmi, meski banyak pihak meminta diusut tuntas.
"Publik sudah tahu, kebetulan masih ada yang tugas di luar, seperti Pak Nawawi lagi ke Manado, jadi (dibahas) secara bersama-sama, secara formal, resmi, itu belum. Tetapi sudah mulai diskusi person to person dari pimpinan," kata Johanis.
Dia juga mengaku telah mendengar informasi dari anggota Komisi VII DPR RI, supaya KPK menyikapi dan melakukan pengusutan soal IUP.
Menurutnya, setiap ada indikasi terjadi peristiwa pidana, tentu penegak hukum mempunyai kewajiban mencari dan menemukan apakah informasi itu memang benar.
"Khusus KPK, tentu akan dipelajari. Apakah terindikasi tindak pidana korupsi, tentunya kita lihat, ada nggak kerugian keuangan negara, atau perekonomian negara," jelas Johanis.
Jika menyimak informasi di masyarakat, Johanis melihat tidak terkait kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tapi terkait penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan pejabat negara atau penyelenggara negara atau pejabat pemerintah.
"Menerima suap atau meminta. Minta dalam konteks halus dapat dikatakan melakukan pemerasan, berdasarkan kewenangan atau kekuasaan yang ada padanya. Nah, tidak ada kerugian keuangan negara di sini, tetapi dia selaku penyelenggara negara tidak selayaknya melakukan seperti itu," urainya.
Menurutnya, persoalan tersebut mirip kasus PT Freeport Indonesia tahun 2015, yang dikenal dengan kasus "Papa Minta Saham", yang merupakan skandal politik ketika Ketua DPR RI Setya Novanto mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham pada sebuah pertemuan dengan PT Freeport Indonesia.
"Masih ingat kan 'papa minta saham'? Tidak layak seorang pejabat penyelenggara negara melakukan hal seperti itu," tegas Johanis.
"Itu tak terkait kerugian negara, tetapi penyelenggara negara yang meminta atau melakukan pemerasan terhadap masyarakat yang memerlukan kebijakan negara, agar izin yang diperlukan dapat diberikan," tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved