Di tengah langkanya masker sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di pasaran, kini marak bermunculan berbagai produk berbahan kain menyiasati kelangkaan tersebut. Namun, beredarnya masker yang tidak memenuhi standar dinilai memicu persoalan lain.
Masyarakat pun dinilai perlu mendapat edukasi lengkap mengenai produk masker alternatif yang kini banyak beredar. Mereka harus mengetahui bagaimana efektivitas masker-masker tersebut dalam memfilter virus, terutama Covid-19.
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Bandung, Yena Iskandar Ma'soem menerangkan, masker memiliki tingkat proteksi tergantung kebutuhannya. Hasil studi klinik dan meta-analisis membuktikan tenaga kesehatan (Nakes) wajib menggunakan masker, terutama yang memiliki proteksi besar seperti N95 dan surgical (bedah).
"Masker tersebut diprioritaskan untuk Nakes. Hal tersebut didukung data penelitian acak terkontrol (randomized clinical trial, RCT) Macintyre (2015) tentang efektivitas masker medis vs masker kain pada populasi di Vietnam. Masker kain tidak direkomendasikan untuk tenaga kesehatan pada situasi beresiko tinggi,“ terang Yena, Rabu, (8/4).
Lebih lanjut, Yena membeberkan, perlu dicermati berapa ukuran virus SARS-COV-2 dan bagaimana penyebarannya. Berdasarkan literatur, virus SARS-COV-2 yang menyebabkan Covid-19 memiliki ukuran berkisar 0,06-0,14 micron, sementara influenza memiliki ukuran yang mirip, yaitu 0,08-0,12 mikron.
Ukuran virus yang sangat kecil menunjukkan jika diperlukan suatu filter (penyaring) yang mampu menangkal penyebaran. Virus SARS-COV-2 menyebar bersama dengan droplet atau cairan yang melekat atau dikeluarkan penderita, misal melalui batuk, bersin, meludah, dan lainnya.
Berdasarkan hasil studi, Yena mengungkapkan, ukuran droplet yang keluar dari mulut atau hidung seseorang tanpa masker berkisar 50 hingga 100 mikron. Droplet tersebut mudah menempel pada orang lain atau permukaan benda, misalnya lantai kurang dari 1 meter.
“Sedangkan droplet ukuran lebih kecil, tetap dapat berpotensi menempel pada seseorang dalam jarak satu meter meskipun kemungkinannya jauh lebih kecil. Droplet dapat menempel pada area mulut dan hidung, sehingga penggunaan masker dapat mencegah risiko droplet orang lain menempel pada seseorang,“ ungkapnya.
Menurutnya, saat ini masih sedikit studi yang membahas masker kain. Akan tetapi, studi dari Davies Ann (2013) bisa memberikan penjelasan jika masker homemade (kain) dapat menjadi pertimbangan terakhir untuk mencegah transmisi droplet dari seseorang yang terinfeksi, dan lebih baik dibandingkan tidak ada proteksi sama sekali.
Adapun perbandingan beberapa bahan masker kain 2 lapis seperti 100% katun, scarf, tea towel, campuran katun, linen dan sutra terhadap paparan aerosol yang mengandung bakteri Bacillus Atrophaegus dan Bacteriophage MS2, ditemukan hasil jika komponen tea towel, linen dan 100% katun memiliki efektivitas menyaring (filter) bakteri kurang dari 50%, dari ketiga jenis komponen tersebut.
"Bahan 100 persen katun memiliki akseptabilitas (tingkat penerimaan) tinggi karena memudahkan untuk bernafas, sehingga bisa didesain untuk Lansia ataupun anak-anak,“ ujar wanita yang digadang-gadang akan maju dalam kontestasi Pilkada Kabupaten Bandung 2020.
© Copyright 2024, All Rights Reserved