Akses jalan dari Ciremai Ujung menuju Pasar Jambu Dua ditutup oleh pihak yang diduga oleh pengelola Mal Plaza Jambu Dua. Akibatnya, para pedagang pasar Jambu Dua mengalami kerugian cukup besar hingga mencapai 70 persen.
Hal itu diungkapkan Pembina Paguyuban Pasar Jambu Dua, Agus Supriono. Ia mengatakan, semenjak adanya penutupan jalan berimbas terhadap pendapatan para pedagang. Kemudian, para pedagang juga kompak membekukan retribusi.
"Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor lemah terhadap intervensi dari pengelola Plaza Jambu Dua yang secara sepihak menutup akses jalan warga," katanya, Rabu (15/5).
Agus mengungkapkan, dengan dilakukan penutupan akses jalan warga menuju pasar itu membuat omzet para pedagang anjlok hingga 70 persen. Untuk itu, pihak Perumda PPJ sebagai kepanjangan tangan Pemkot Bogor agar melakukan langkah.
“Jadi untuk sementara ini retribusi kami bekukan. Ini semua gara-gara kelemahan dari Pemkot Bogor. Tidak ada kewibawaannya,” ketusnya.
Menurut dia, tidak hanya para pedagang yang sangat terganggu dan keberatan akibat penutupan jalan tersebut, tetapi warga Kota Bogor, khususnya warga Ciremai Ujung juga sangat merasakan imbas negatif atas aksi penutupan jalan itu.
“Masa iya Pemkot Bogor membuat pasar, dulu perpindahan dari Ramayana ke Jambu Dua itu sesuai perencanaan. Hanya itu jalan satu-satunya. Adapun jalan akses keluar itu dulu kami juga yang meminta ke Walikota pak Iswara. Saat itu walikota meminta ke DPRD dan ada pleno sehingga ada keputusan bahwa jalan tembus. Nominalnya dulu Rp900 juta dulu, jadi aneh sekarang digembar-gemborkan sebagai hibah dari Plaza Jambu Dua. Dulu masih jaman angka wijaya,” bebernya.
Agus yang juga saksi sejarah pendirian Pasar Jambu Dua sejak 2002 itu menegaskan, akses jalan tersebut satu paket dengan akses masuk dari Jalan Ciremai Ujung.
“Bukan fasos fasum itu. Apalagi dikatakan pinjaman. Mereka tidak bisa membuktikan kalau akses jalan itu pinjaman, saat audiensi mereka nggak bisa jawab,” tegasnya.
Kemudian, Agus menceritakan, pada 2003-2004 ada penyerahan tahap pertama lahan seluas 1.200 meter yang meliputi blok A dan separuh blok B. Penyerahan tersebut sudah termasuk akses jalan dan jembatan yang saat ini diklaim milik Plaza Jambu Dua. Berikutnya ada penyerahan tahap kedua seluas 5.000 meter, namun berujung persoalan Angkahong dan berimbas pidana kepada sejumlah pejabat Pemkot Bogor.
“Saya mengindikasikan adanya konspirasi dan persekongkolan antara Plaza Jambu Dua dengan oknum Pemkot Bogor. Saya yakin itu. Entah di era siapa terjadinya, entah zaman pak Diani atau pak Bima Arya. Itulah yang membuat pengelola Plaza Jambu Dua berani menutup akses jalan. Kan tidak mungkin pasar pemerintah tidak ada akses jalan,” tuturnya.
Sementara diketahui, pihak pengelola Plaza Jambu Dua mengklaim jika akses jalan tersebut masuk dalam satu sertifikat Graha Agung Wibawa. Menurut Agus, persoalan tersebut seharusnya diselesaikan dengan Pemkot Bogor dengan tidak mengorbankan kepentingan masyarakat umum.
“Jalan tersebut mutlak milik pasar sejak tanggal 10 bulan 8 tahun 2000. Tidak mungkin ada trayek angkot dulu ke situ, kalau itu bukan jalan umum. Soal sertifikat yang mereka klaim, itu urusan mereka dengan Pemkot Bogor. Inilah yang saya indikasikan adanya konspirasi,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved