Pansus V DPRD Jabar menyayangkan minimnya anggaran pendampingan hukum dan penanganan psikologis bagi korban kejahatan terhadap perempuan.
Begitu dikatakan, Ketua Pansus V DPRD Jabar, Lilis Boy di Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bandung Barat, Selasa (31/5).
Menurut Lilis, tidak adanya biaya pendampingan perlindungan terutama bagi kalangan ekonomi rendah atau menengah ke bawah menjadi salah satu permasalahan yang terjadi sekarang.
"Kami merasa miris dalam kasus kekerasan terhadap perempuan ini tidak dana untuk perlindungan hukum mayoritas dari kalangan menengah ke bawah. Apalagi kalau sudah terekspose ke media akan membutuhkan banyak biaya untuk pendampingan hukum," tuturnya.
Dijelaskan Lilis, usai pasca korban melaporkan kepada pihak terkait seharusnya ada pendampingan seperti fasilitas seperti rumah aman bagi korban perempuan.
Apabila di rumah sendiri dikhawatirkan tidak ada pendampingan dari berbagai aspek yang dapat melindungi korban dari dampak kekerasan atau bentuk kejahatan lainnya terhadap perempuan.
"Diharapkan dengan adanya Raperda Perlindungan Perempuan ini dapat mengakomodir seluruhnya yang dibutuhkan mulai dari pelaporan hingga pendampingan hukum termasuk pemulihan secara psikologis korban," jelasnya.
Lilis menilai hal itu sangat penting terlebih perempuan yang mengalami pelecehan seksual dapat mengganggu kejiwaannya yang meninggalkan trauma mendalam.
"Adanya trauma healing dapat mengembalikan kondisi psikologisnya dan dapat melanjutkan kehidupannya secara normal," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, Raperda tentang Perlindungan Perempuan di Jabar akan segera dirancang oleh Pansus V DPRD Jabar. Oleh sebab itu, Pansus V DPRD Jabar menjaring masukan serta mengumpulkan informasi tentang persoalan kasus yang menimpa kalangan perempuan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved