Bawaslu Kota Cimahi mengklaim Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) lebih panas jika dibandingkan dengan Pemilu Nasional. Pernyataan tersebut merujuk pada beberapa kejadian pilkada di berbagai daerah.
Hal ini disampaikan Koordinator Divisi (Kordiv) Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi (PP dan Datin) Bawaslu Kota Cimahi, Zaenal Ginan pada Sosialisasi Pengawasan Pemilu yang mengusung tema "Peran Serta Masyarakat dalam Pengawasan pada Pilkada di Kota Cimahi Tahun 2024" yang bertempat di Gumilang Hotel, Bandung, Senin (5/8).
Dikatakan Ginan, kedekatan masyarakat dengan para kandidat yang akan berkontestasi sangat dekat. Bahkan, tidak menutup kemungkinan yang menjadi kandidat Pilkada di Kota Cimahi merupakan keluarga, tetangga, atau kerabat.
Lebih jauh, tidak menutup kemungkinan yang menjadi pendukung kandidat tersebut merupakan tetangga, kerabat, atau sahabat.
"Kita bisa melihat Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu yang berlangsung sangat panas bahkan, ada isu etnisitas di sana, ada isu agama yang dimainkan di sana, bahkan yang paling mengkhawatirkan, seorang jenazah terancam tidak di sholatkan karena perbedaan pilihan politik," ungkap Ginan saat membuka kegiatan sosialisasi yang melibatkan lapisan Ketua RW se-Kota Cimahi.
Bercermin pada beberapa kejadian di Pilkada sebelumnya, dia menegaskan, di Kota Cimahi hal-hal yang bersifat memecah belah, memunculkan isu SARA, harus diantisipasi sejak dini.
"Tidak boleh ada kasus-kasus yang sedemikian rupa yang terjadi di Kota Cimahi gara-gara berbeda pilihan politik yang kemudian menimbulkan konflik horizontal," katanya.
Berkenaan cara agar Pilkada di Kota Cimahi berlangsung aman, damai, tentram meskipun ada persaingan, dia memaparkan, salah satu cara antisipatif yakni dengan menciptakan sistem politik pilkada yang bermartabat.
"Kalau memang jujur dan adil itu sulit untuk kita wujudkan, maka minimal bermartabat," tegasnya.
Dibeberkan Ginan, Pilkada yang bermartabat di dalamnya terdapat niat, upaya, serta keinginan untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil.
"Meskipun lagi-lagi pemilu jujur dan adil itu tidak mudah untuk kita wujudkan. Maka perlu sinergitas antara Bawaslu dengan seluruh elemen, baik kejaksaan, TNI-Polri, tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM, Ormas, termasuk tokoh Rukun Warga (RW) dan warganya itu sendiri," terangnya.
Terkait tugas pengawasan, dia mengungkapkan, bukan hanya kewajiban dari Bawaslu saja. Jika kewajiban itu dibagi menjadi Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah, mungkin Bawaslu menjalankan kewajiban yang sifatnya Fardhu Ain yang tidak bisa diwakilkan.
"Tapi dalam hal ini, masyarakat juga mesti memiliki peran, mesti punya porsi untuk bisa melakukan pengawasan yang tujuannya untuk mewujudkan Pilkada yang bermartabat," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved