Wabah Covid-19 di Indonesia membuat pemerintah mempertimbangkan untuk menunda pelaksanaan Pilkada serentak di bulan Desember 2020. Bahkan KPU RI telah lebih dulu menangguhkan beberapa tahapan Pilkada yang rencananya dilaksanakan pada September 2020.
Hal tersebut rupanya menuai kritik dari pengamat Politik Telkom University, yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah. Ia menilai, meskipun pandemi belum berakhir pemerintah harus tetap melaksanakan Pilkada di tahun 2020.
"Penundaan selama 3 bulan cukup untuk menyiapkan pilkada di tengah wabah. Pemerintah sebaiknya memastikan pelaksanaan pilkada tetap di gelar pada Desember, karena akan berimbas pada proses regenerasi politik dan pembangunan daerah," ujar Dedi dalam keterangannya, Sabtu (23/5).
Ia bahkan meminta KPU untuk tidak menjadikan wabah sebagai alasan untuk menunda kembali. KPU RI semestinya memiliki skema alternatif untuk tetap menggelar Pilkada Serentak 2020.
"Kecuali mereka memang gagal menyiapkan keperluan pelaksanaan" kata Dedi.
"Alternatif itu bisa berupa tatalaksana di masa pandemi agar tetap berjalan, bagaimanapun pilkada bukan menentukan pemimpin administratif, melainkan pemimpin politik yang punya dampak pada pengambilan kebijakan penting bagi pembangunan" terang Dedi.
Menurutnya, proses Pilkada dapat dilaksanakan dalam masa pandemi, meskipun dalam tahapannya ada yang perlu dievaluasi.
"Evaluasi terutama soal penghapusan agenda kampanye terbuka, sementara proses pemilihan sangat mungkin dilaksanakan tanpa ada kerumunan massa" ucap Dedi.
Dalam analisanya, menunda Pilkada terlalu lama beresiko pada politik anggaran, iamengkhawatirkan jika negara harus menambah biaya Pilkada hanya karena penundaan, juga terkait proses regenerasi politik.
"Anggaran adalah hal paling sensitif, apa yang sudah disiapkan pada tahun ini, bisa jadi terpakai begitu saja tanpa hasil, sementara kondisi negara sedang berhemat luar biasa. Hal penting lainnya, proses regenarasi yang terhambat" tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved