BUKA mata rasakanlah kehangatan, senyuman, cinta dan persahabatan, mari bergenggam tangan. Beragam budaya, begitu mengagumkan, keelokan alamnya, oh sungguh mempesona, indahnya negeriku, kucinta aku terpana, pesona Indonesia,”. Lirik lagu Pesona Indonesia.
Pesona Indonesia kini mulai meredup, keelokan Bumi Ibu Pertiwi kian memudar, karena disebabkan datangnya badai Covid-19 atau virus corona. Gelombang malapetaka corona mengakibatkan puluhan ribu manusia di bumi Nusantara menjadi korban keganasannya.
Gelombang kedatangan Covid-19 juga menghancurkan sendi-sendi perekonomian, kantor, pertokoan tutup, maskapai penerbangan mengalami kerugian yang besar akibat minimnya penumpang, hotel kosong, perusahaan banyak yang gulung tikar, jutaan orang kehilangan pekerjaan. Hampir semua sektor perekonomian babak belur karena pandemi ini. Krisis ekonomi yang tidak segera ditangani secara bijak, maka akan menyebabkan datangnya badai krisis di sektor politik dan sosial.
Menurut Kementerian Perindustrian (kemenperin) 60 persen industri di Indonesia mengalami dampak yang parah akibat efek domino virus corona. Diantara beberapa sektor yang mencakupi, industri semen, industri elektronika, dan telematika, industri kendaraan roda empat dan dua serta industri tekstil. Akibat dari melemahnya berbagai industri berakibat terhadap penundaan pembayaran gaji para karyawan, penurunan permintaan produksi, hingga badai Pemutusan Hak Kerja. (www.cnbcindonesia.com, 28 April 2020).
Sektor lainya yang dilibas oleh virus corona dunia pariwisata, total kerugian ditaksir mencapai USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 21, 8 triliun (kurs 1 USD=Rp 14.500). Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (travel.detik.com, 12 Maret 2020).
Estimasi kerugian juga melanda daerah yang menjadi tujuan wisata, seperti Daerah Keistimewaan Yogyakarta, jumlah kerugian mencapai angka Rp 81 miliar. Puluhan ribu tenaga kerja terdampak, 15 ribu dirumahkan. Di Provinsi Jawa Barat sekitar 33.084 industri wisata dihantam Partikel Covid-19, 2.768 usaha pariwisata yang terdiri dari destinasi wisata, hotel, dan ekonomi kreatif terpaksa tutup. Hantaman turbulensi kekejian Covid-19 juga melanda Bali, 90 % hotel di Negeri Pulau Dewata telah merumahkan para karyawannya (travel.detik.com, 23 April 2020).
Namun diantara semua sektor, sebagaimana penulis sebutkan diatas, sektor yang paling parah dan membutuhkan waktu yang panjang untuk kembali normal sebagaimana sebelum wabah pandemi adalah sektor pariwisata. Para wisatawan di masa mendatang jika ingin berpergian ke suatu daerah maupun negara akan diminta surat bebas corona atau vaksinasi Covid-19, sebagaimana surat keterangan vaksinasi meningitis yang diminta sejumlah negara sekarang. Para turis akan mempertimbangkan faktor kesehatan dalam memilih tujuan destinasi mereka, sehingga negara-negara yang tidak menangani secara serius pandemi ini, jangan pernah berharap sektor pariwisatanya segera pulih.
Covid-19 telah menjadi tantangan bersama yang harus dihadapi oleh segenap bangsa Indonesia untuk bersatu melawan penyakit pandemi ini. Pemerintah yang berfungsi sebagai pemangku kebijakan harus mengambil kebijakan dengan kebijaksanaan yang luar biasa dalam menghadapi permasalah terkait virus corona, kalau perlu menggunakan narasi perang, perang yang harus dimenangkan secara bersama.
Solidaritas bersama antara Pemerintah dan Stakeholder lainnya, rakyat dengan rakyat, tentunya sangat penting untuk memenangi peperangan melawan Covid-19. Sikap gotong-royong perlu diaplikasikan sebagai wujud solidaritas bersama sebagai wujud nasionalisme bentuk kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kita yakin suatu saat badai Covid-19 cepat berlalu, dan sebagian besar dari kita masih bertahan hidup di tengah ketidakpastian arah hidup akibat diterjang badai pandemi.
Semoga pandemi Covid-19 lenyap di Bumi Ibu Pertiwi, dan asa pesona Indonesia dapat bergairah kembali menata kebudayaan, ragam adat istiadat, berselimut keindahan panorama alam yang menyejukkan jiwa.
Mahdawi
Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti dan juga Ketua Kajian Ekonomi dan Moneter Masyarakat Anti Monopoli (MAM)
© Copyright 2024, All Rights Reserved