Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menilai negara belum maksimal memberikan perlindungan terhadap warganya dari ancaman kekerasan seksual.
Sebabnya, belum ada perundang-undangan yang secara spesifik melindungi korban dan memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual, meski sudah ada sejumlah aturan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Negara harus memberi perlindungan dan menciptakan rasa aman bagi semua warga negara. Sehingga perlu segera menghadirkan peraturan yang melindungi warga negara dari ancaman kekerasan seksual," ucapnya, dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (5/8).
Saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi yang digelar Forum Diskusi Denpasar12 bekerja sama dengan DPP Partai Nasdem, Rerie mengatakan, kekerasan seksual saat ini tidak terbatas pada perkosaan dan pencabulan, tetapi juga berkembang dalam bentuk pemaksaan aborsi, percobaan perkosaan, eksploitasi seksual, perbudakan seksual maupun cyber bully.
Dengan keterbatasan cakupan aturan dalam KUHP terkait kekerasan seksual, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, akibatnya saat ini pelaku kekerasan seksual di luar perkosaan dan pencabulan sulit dijerat dengan delik pidana.
Padahal, tambah Legislator Partai NasDem itu, kekerasan seksual saat ini tidak hanya menyasar kaum perempuan, tetapi juga anak perempuan dan anak laki-laki.
"Kondisi ini menjadi dasar bagi kita semua untuk segera menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan mengesahkannya sebagai undang-undang," kata Rerie.
Diskusi yang digelar Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Issue Strategis ini menghadirkan Ratna Susianawati selaku Pelaksana Harian Deputi bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak/PPPA, Lucky Endarwati selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Ninik Rahayu, Anggota Ombudsman RI) dan Era Purnama Sari sebagai Wakil Ketua YLBHI.
© Copyright 2024, All Rights Reserved