Puluhan jurnalis dari berbagai organisasi dan media mahasiswa di Kota Tasikmalaya turun ke jalan pada Selasa (28/5) siang. Mereka bersatu padu menyuarakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dinilai mencederai kemerdekaan pers.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung di Taman Kota, Jalan HZ Mustofa, Kecamatan Cihideung ini, diwarnai dengan aksi simbolis membawa keranda mayat. Keranda ini menjadi simbol matinya kemerdekaan pers jika revisi UU Penyiaran tersebut disahkan.
Eko Rambat Setiabudi, selaku koordinator aksi, menyampaikan kekhawatiran para jurnalis bahwa revisi UU Penyiaran ini bagaikan pisau bermata dua yang siap membungkam suara kritis dan menghambat tugas-tugas jurnalistik.
"Kami menyoroti, mengkritisi, dan menilai Pasal 50 B ayat 2 huruf (k) dapat menimbulkan berbagai penafsiran, terutama menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik," kata Eko kepada wartawan.
Eko Setiabudi menambahkan bahwa Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) yang mengatur pelarangan media menayangkan liputan eksklusif jurnalistik investigasi juga bermasalah.
"Sifat multitafsir dan membingungkan tersebut dapat menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi pers," ucap Eko Setiabudi.
Menurutnya, penolakan juga diarahkan terhadap Pasal 8 A huruf (q) dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa terkait kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Ini akan terjadi tumpang tindih kewenangan antara Dewan Pers dan KPI. Selama ini, tugas-tugas jurnalistik berada di bawah kewenangan Dewan Pers," jelasnya.
Melihat kondisi ini, para jurnalis juga menolak dan meminta sejumlah pasal dalam draft Rancangan UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut.
Dalam aksi itu, massa juga meminta DPR RI untuk mengkaji kembali draft Rancangan UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 dengan melibatkan semua pihak, termasuk organisasi profesi jurnalis atau wartawan yang diakui Dewan Pers, secara transparan.
"Kami juga mendesak DPRD Kota Tasikmalaya dan DPRD Kabupaten Tasikmalaya untuk menyampaikan aspirasi ini dengan berkirim surat ke DPR RI ihwal penolakan RUU Penyiaran dan membuktikan surat yang dikirimnya selambat-lambatnya 7 hari sejak pernyataan sikap ini ditandatangani bersama," tutup Eko Rambat Setiabudi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved