Rencana revisi UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat penolakan dari banyak kalangan, mulai dari akademisi hingga buruh.
Salah satu yang lantang bersuara adalah aktivis Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Unang Sunarno . Ia menyamapikan penolakannya dalam diskusi bertajuk "RUU TNI: Kajian Kritis dalam Konteks Gerakan Sosial Buruh dan Demokrasi" di Sadjoe Cafe, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (21/7).
Menurutnya, penolakan itu setelah mencermati salah satu poin revisi UU TNI. Yakni, keinginan memperluas cakupan tugas tentara dari sebelumnya sebagai alat pertahanan negara, kini ingin ditambah dengan keamanan.
"Ini jelas kembali kepada dwifungsi yang dihapuskan dulu pada era Reformasi 1998," ujar Unang.
Tanpa ada revisi itu pun, lanjut dia, sebetulnya sudah ada posisi prajurit TNI yang berdampingan dengan buruh. Tepatnya, posisi pengamanan kawasan industri yang ditempati prajurit TNI hingga pengamanan setiap aksi demonstrasi.
"Kawan-kawan buruh kalau dijaga oleh kepolisian masih bisa bernegosiasi dan ada pendekatan persuasi, tetapi kalau sudah tentara sudah tidak ada pendekatan persuasi," katanya.
Sementara, pengamat Lembaga Informasi Perburuhan, Syarif Arifin, mengatakan bahwa buruh memiliki trauma tersendiri dengan kehadiran militer.
"Kelompok buruh memiliki trauma dengan kehadiran militer yang mengintervensi gerakan kaum buruh. Ketika buruh akan melakukan protes atau aksi demonstrasi seringkali sudah dijaga oleh tentara," tuturnya.
Arifin berharap revisi UU TNI itu bisa ditinjau ulang. Pasalnya, tanpa adanya aturan baku pun prajurit TNI selalu ada dalam pengamanan aksi buruh.
"Meski undang-undangnya belum ada, tetapi tentara sudah terlibat dalam mengamankan aksi demonstrasi buruh," tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved