Konstalasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat tak sama lagi pasca Partai Golkar memberikan lampu hijau terhadap kader Partai Gerindra, Dedi Mulyadi. Pasalnya, sinyal Ridwan Kamil yang didukung Gerindra maju di Pilgub Jakarta kian menguat.
Pengamat politik dari Unpad, Yusa Djuyandi mengatakan, Dedi Mulyadi tidak serta merta bakal melenggang bebas ke kursi Jabar 1 tanpa adanya Ridwan Kamil. Sebab belum tentu limpahan suara Ridwan Kamil akan seluruhnya ke Kang Dedi Mulyadi (KDM).
"Kekuatan diantara pasangan calon-calon ini semakin berimbang. Jadi kalau dulu dominasi Kang Emil sangat kuat, sekarang dengan Kang Emil bergeser ke Jakarta, maka semua mimiliki peluang yang sama," kata Yusa di Bandung, Rabu (7/8).
"Tapi kita juga harus memperhitungkan nanti suara orang-orang yang tadinya memilih Kang Emil, akan dilimpihkan kepada siapa, belum tentu kepada Kang DM. Bisa jadi berbeda, bukan ke KDM, mungkin calon lain, entah itu Bima Arya kalau jadi maju atau juga Kang Haru, atau siapapun itu," lanjutnya.
Menurut Yusa, tidak adanya Ridwan Kamil di kontestasi Jabar belum ada yang diuntungkan. Komposisi koalisi akan sangat menentukan siapa pemenang di Pilgub Jabar mendatang.
"Kalau misalkan Gerindra dengan Golkar mencoba untuk mengusung Dedi Mulyadi, lantas siapa wakilnya yang bisa memperkuat Dedi Mulyadi, masih tanda tanya besar juga," ujarnya.
Bicara koalisi di Jabar, lanjut Yusa, jika Golkar dan Gerindra yang notabene partai nasionalis berkoalisi, akan sangat tepat bila wakilnya mengambil dari kelompok religius. Hanya saja sejauh ini belum ada nama yang muncul untuk koalisi tersebut.
"Apakah PPP, ada Kang Uu, PKB, PKS, ini masih dinamis juga. PKS juga masih punya orientasinya sendiri ingin mencoba mengusung kadernya dalam pencalonan gubernur. Semua itu akan ditentukan dalam hitungan hari ini," ucapnya.
Yusa memprediksi, OTW-nya Kang Emil ke Jakarta akan membuat poros di Pilgub Jabar lebih dari dua. "Paling rasional 3 dan 4 poros," bebernya.
Sementara itu, Kiki Pratama dari Lembaga Survei Polsight menambahkan, pencalonan Golkar terhadap Dedi Mulyadi cukup mengejutkan. Mengingat Golkar dan Gerindra bersikukuh mencalonkan jagoannya masing-masing di Pilgub Jabar.
"Tentu ini mengubah konstalasi politik yang ada. Yang berubah itu bukan hanya di DKI dan Jawa Barat," kata Kiki.
Kiki menilai, dampak dari pencalonan Dedi Mulyadi oleh Golkar dan Ridwan Kamil ke Jakarta ikut mengubah pula konstalasi di kabupaten/kota Jabar. Salah satunya yang terjadi ada di Kota Bandung.
"Ini konstalasi politiknya berubah. Sumedang, Kabupaten Bandung, juga sama, berpengaruh besar pencalonan Dedi Mulyadi oleh Golkar Jabar ini," tuturnya.
Meski demikian, Kiki memastikan, tidak adanya Ridwan Kamil yang notabene petahana membuat Pilgub Jabar makin menarik. Pertarungan kontestasi ke depan jelas bakal semakin terbuka.
"Hasil survei Polsight yang kami lakukan bulan lalu, Dedi Mulyadi masih cukup kuat, namun suaranya di bawah Ridwan Kamil. Artinya ketika Ridwan Kamil dihapus, maka Dedi Mulyadi menjadi tokoh yang paling kuat dari sisi elektabilitas dan popularitas secara survei kemarin," jelasnya.
Di bawah KDM, lanjut Kiki, ada Haru Suandharu dari PKS, Bima Arya, Desy Ratnasari, Ono Surono, Uu Ruzhanul Ulum dan sebagainya. Hanya saja angka elektabilitas mereka relatif kecil.
"Ketika Ridwan Kamil dihapus, nama-nama tersebut bisa jadi memiliki angka yang signifikan dibanding survei sebelumnya," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved