Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Center for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan Fairwork Foundation merilis riset terbarunya terkait pekerjaan Gig di Indonesia. Riset ini merujuk pada data dua tahun terakhir.
Hasil riset menunjukan masih rendahnya kelayakan kerja yang diwujudkan oleh platform yang beroperasi di Indonesia. Beberapa aspek itu, terutama terkait problem aspek upah yang layak, jaminan kesehatan, serta status hubungan kemitraan yang seringkali menimbulkan polemik dalam relasi kerja antara pekerja platform dan perusahaan.
Ketua Peneliti pada riset Fairwork 2021 dan 2022, Treviliana Eka Putri mengatakan, pekerjaan Gig beraneka ragam. Hanya saja untuk kajian kali ini, dia menyampaikan hasil survei membatasi pekerjaan Gig driver karena profesi yang bisa dinikmati para konsumer secara langsung.
Terkait pendapatan yang layak, menurutnya, tidak ada platform yang dapat membuktikan bahwa mereka telah membayar upah yang layak kepada semua pekerjaan dengan memperhitungkan jam kerja serta biaya-biaya tambahan lain kaitan pekerjaan mereka.
Sementara terkait kondisi yang layak hanya empat platform yang memiliki bukti melindungi pekerjaannya dari risiko kerja dengan memberikan asuransi kecelakaan, saluran biaya bantuan darurat, akses ke asuransi kesehatan dan inisiatif kesejahteraan lainnya.
"Terkait kontrak yang layak, sebagian besar platform memiliki syarat dan ketentuan yang jelas dan mudah diakses oleh pekerjaannya. Namun, tidak ada platform yang dapat membuktikan bahwa syarat dan ketentuan tersebut membagi risiko dan kewajiban antara pekerja dan platform secara adil," katanya seperti dimuat laman UGM, Kamis (10/11).
Untuk mengurai permasalahan itu, imbuhnya, ada langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah, platform, pekerja Gig maupun orang yang tidak terlibat secara langsung, namun menikmati servis dari para pekerja Gig. Di antaranya lewat regulasi yang secara terus menerus menjadi perbincangan di banyak negara.
© Copyright 2024, All Rights Reserved