Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang digodok di DPR kembali menuai kritik pedas. Pasalnya, RUU ini dikhawatirkan akan memberangus kebebasan pers dengan melarang penayangan karya jurnalistik investigasi.
Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 50 B ayat 2 huruf C RUU Penyiaran, yang menyatakan bahwa "Negara melarang penayangan karya jurnalistik investigasi".
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, mengecam keras pasal tersebut. Menurutnya, jika RUU ini disahkan, maka Indonesia akan kembali ke era diktator.
"Negara ini akan dibawa kembali dikuasai diktator jika kualitas berpikir legislator semacam itu," tegas Dedi seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Senin (13/5).
Dedi mempertanyakan peran DPR sebagai legislator dalam membuat UU. Dia mengingatkan bahwa UU harus dibuat untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan mereka sendiri.
"Agar buah pikir dan gagasan hasil sidang mereka berguna bagi bangsa, bukan hanya bagi mereka sendiri," tegasnya.
Alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini heran dengan pelarangan penayangan karya jurnalistik investigasi. Dia menegaskan bahwa jurnalis memiliki peran yang berbeda dengan lembaga penegak hukum. Investigasi jurnalistik penting untuk mengungkap fakta dan kebenaran yang tidak dapat diungkap oleh pihak lain.
"Tidak rasional, jika ada UU tentang penyiaran tetapi meniadakan (investigasi) itu, lebih baik parlemen terbuka saja, jika mereka memang ingin negara ini tidak ada jurnalis dan media," pungkasnya.
Dedi mendesak DPR untuk meninjau kembali RUU Penyiaran tersebut dan memastikan bahwa RUU tersebut tidak melanggar kebebasan pers dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved