DALAM sistem politik kita, partai politik memiliki peran sentral dalam proses pemilihan kepala daerah, termasuk bupati. Idealnya memang partai politik itu melahirkan calon-calon pemimpin masa depan dan mendukung kadernya untuk berkontestasi dalam pemilihan kepala daerah
Namun seringkali keterbatasan finansial menghambat para kader partai ini sehingga tidak jarang calon bupati berasal dari luar partai politik lebih dipertimbangkan. Ini bukan hal baik tapi faktanya itu realita kita hari ini.
Persoalannya para calon bupati dari luar ini seringkali menghadapi tantangan besar dalam memahami mekanisme dan kultur partai politik yang mereka dekati. Hal ini dapat menghambat proses komunikasi baik untuk mendapatkan dukungan, mengelola partai pendukung termasuk memberikan berbagai fasilitasi yang dibutuhkan partai politik.
Calon bupati dari luar partai umumnya memiliki latar belakang profesional di luar dunia politik, seperti pengusaha, akademisi, atau aktivis sosial. Meskipun mereka memiliki kompetensi di bidangnya, mereka seringkali tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam struktur dan operasional partai politik. Ketidakpahaman ini dapat menghambat kemampuan mereka dalam navigasi proses internal partai, termasuk bagaimana keputusan dibuat dan bagaimana alokasi sumber daya dilakukan.
Selain itu, setiap partai politik memiliki kultur dan nilai-nilai yang berbeda. Kultur partai mencakup cara berpikir, tradisi, dan norma yang telah berkembang selama bertahun-tahun. Calon dari luar partai mungkin tidak familiar dengan norma-norma ini, sehingga sulit bagi mereka untuk beradaptasi. Misalnya, cara berkomunikasi, gaya kepemimpinan, dan tata cara rapat partai mungkin berbeda dengan apa yang biasa mereka hadapi di luar dunia politik.
Efektifitas komunikasi dan koordinasi dengan struktur partai seringkali menjadi tantangan bagi calon dari luar partai. Partai politik memiliki hierarki dan prosedur tertentu yang harus diikuti. Calon dari luar partai mungkin tidak terbiasa dengan cara partai bekerja dan bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan berbagai elemen dalam partai. Hal ini bisa mengakibatkan miskomunikasi dan koordinasi yang buruk, yang pada gilirannya bisa merugikan kampanye mereka.
Pada tataran strategis dan taktik pemenangan. Partai politik juga seringkali memiliki strategi dan taktik khusus dalam memenangkan pemilu dan menggalang dukungan. Strategi ini mungkin mencakup bagaimana mengelola kampanye, membangun koalisi, dan menggalang suara di basis pemilih. Strategi dan taktik ini bisa berbeda pada setiap partai.
Persoalannya calon dari luar partai mungkin tidak memahami sepenuhnya strategi-strategi ini, sehingga dapat menghambat upaya mereka dalam berkompetisi secara efektif dalam pemilu. Lebih dari itu strategi pemenangan yang dibangun bisa tidak efektif karena yang baik bagi satu partai belum tentu baik bagi partai lainnya
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, penting bagi partai calon untuk bisa bersikap terbuka terhadap partai-partai politik. Alih-alih melakukan justifikasi mencoba memahami hierarki, struktur, cara kerja dan kultur setiap partai akan lebih membantu calon untuk secara efektif berkomunikasi dan bekerja bersama partai politik.
Selain itu, pada dasarnya partai partai politik itu sahabat sekaligus kompetitor diantara sesamanya. Maka membangun komunikasi yang setara antara partai akan lebih baik daripada condong pada salah satu kecuali secara politik sudah memutuskan untuk menjadi kader salah satu partai. Itu pun prinsip keadilan dan kesetaraan tetap penting agar semua pihak merasa nyaman.
*Penulis adalah Ketua Forum Generasi Muda Purwakarta
© Copyright 2024, All Rights Reserved