Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang naik 8,51 persen untuk Kota Cimahi menuai pertentangan. Pasalnya, jumlah tersebut tidak sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di Kota Cimahi.
Ketua DPC Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI), Asep Jamaludin mengatakan, dengan meningkatnya KHL di Kota Cimahi saat ini seharusnya Pemerintahan Kota (Pemkot) Cimahi tidak menetapkan UMK yang hanya naik 8,51% atau sebesar Rp3.138.985 pada tahun 2020 dari UMK 2019 yang hanya Rp2.893.074.
"Ini realistis gak muluk-muluk. Kita hanya meminta kepada Wali kKta untuk menetapkan (kenaikan upah) 13,2 persen," katanya usai aksi di halaman DPRD Kota Cimahi, Kamis (7/11).
Dijelaskan dia, UMK tahun 2020 yang ditetapkan Pemkot Cimahi mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Yang mana jumlah 8,51% ditetapkan berdasarkan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai landasan formulasinya.
"Realitanya KHL tahun 2019 ini kan mengharuskan UMK itu naik 13,2 persen atau UMK Rp3.274.459 bukan Rp3.138.985 seperti yang ditetapkan," ujarnya.
Melihat PP 78/2015 tidak relevan dalam menentukan UMK, dia menyatakan, pihaknya menolak diberlakukannya PP tersebut dan merekomendasikan Perda lainnya untuk menjadi acuan dalam menentukan UMK di Kota Cimahi.
"Kami rekomendasikan agar dilaksanakannya Perda Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penyelenggara Ketenagakerjaan. Selama ini Perda itu belum ada implementasinya," tegasnya.
Ketua DPRD Kota Cimahi, Achmad Zulkarnain mengakui, telah menerima surat rekomendasi dari buruh dan menandatangani rekomendasi tersebut. Dengan demikian dirinya meminta Wali Kota Cimahi untuk mengakomodir tuntutan para buruh.
"Jadi mereka ini menyampaikan aspirasi masyarakat secara umum. Tuntutan semuanya sama, seluruhnya kita terima," pungkasnya. [yud]
© Copyright 2024, All Rights Reserved