Dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencabutan dan pengaktifan kembali izin usaha pertambangan (IUP) serta hak guna usaha (HGU) harus diusut tuntas.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fichkar Hadjar mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) Bahlil Lahadalia.
"Segera dipanggil dan diperiksa menelusuri adanya dugaan korupsi pihak terkait (Bahlil)," kata Abdul Fichkar Hadjar dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (17/3).
Ia menegaskan, lembaga antirusuah tersebut tidak perlu menunggu laporan masyarakat untuk memeriksa Bahlil. Sebab, dalam dugaan kasus tersebut sudah ada indikasi kerugian negara.
Terlebih lagi, menurut Hadjar, Bahlil juga diduga meminta fee sebesar Rp25 miliar kepada pengusaha tambang yang ingin mengaktifkan perizinannya.
"Ya KPK meski tidak ada laporan dari masyarakat. Tetapi KPK mengetahui informasi terjadinya korupsi, KPK dapat melakukan pebyidikan dan penuntutan di pebgadilan. intinya kpk mengetahui adanya kerugian negara," kata Hadjar.
Lebih jauh, Hadjar menyebut bila dalam pemeriksaan itu KPK menemukan bukti yang konkret adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan Bahlil. Maka KPK harus menetapkan sebagai tersangka.
"Untuk itu KPK juga bisa nemanggil dan meneriksa semua pihak yang terkait denganperistiwa korupsi, semua pihak dipriksa sebagai saksi dan yang paling bertanggubg jawab atas peristiwa pidana ditetapkan sebagai tersangk atau terdakwa," kata Hadjar.
Selain itu, lanjut Hadjar, Komisi VII DPR RI yang menjadi mitra kerja BPKM harus membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki dugaan upeti yang dilakukan Bahlil tersebut.
"DPR harus terus didorong untuk membentuk pansus dan mempersoalkan kasus upeti Bahlil," demikian Hadjar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved